Mbo’ Nusi Dalam Teks “Pintu Pazir” Pada Budaya Orang Warunembu, Kecamatan Riung Barat, Kabupaten Ngada, Flores

MAKU, Retno (2023) Mbo’ Nusi Dalam Teks “Pintu Pazir” Pada Budaya Orang Warunembu, Kecamatan Riung Barat, Kabupaten Ngada, Flores. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (1MB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (188kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (590kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (219kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (340kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (215kB)

Abstract

Manusia juga adalah makhluk yang berakal budi. Manusia juga adalah makhluk yang mampu meneruskan apa yang sudah pernah ada. Itu berarti manusia selalu hidup dan berhadapan dengan tradisi. Tradisi adalah realitas sejarah yang dihadapkan pada manusia. Dengan kata lain tradisi merupakan bagian dari sejarah. Proses historis adalah penerusan bentuk-bentuk cara berada dalam realitas, yang disebut dengan tradisi. Tradisi adalah penerusan sebuah bentuk hidup. Karena itulah tradisi bukan sesuatu yang bersifat statis, melainkan dinamis. Ada satu definisi yang merangkum, yaitu manusia sebagai makhluk berbudaya. Karena akalnya dan kebebasan, kehendaknya yang membedakannya dari binatang, manusia itu mampu berbicara, berbahasa, bekerja. Tetapi pembeda yang cukup jelas bagi manusia dengan makhluk-makhluk lain adalah terutama karena kebudayaaan (sebagai hasil garapan akal dan tangan manusia). Dalam kebudayaan ini, manusialah yang satu-satunya asal, pencipta, dan pembuat budaya. Dengan demikian, kebudayaan adalah dari manusia, hasil karyanya serta dipersembahkan bagi sesamanya manusia. Kebudayaan memang merupakan hasil karya manusia, ia mengembangkan kemampuan, bakat sampai menghasilkan buah. Kebudayaan itu merupakan kekayaan esensial tak hanya manusia individu sendiri-sendiri tetapi pula sebagai kelompok sosial dalam peranannya memberi nilai-nilai. Ia merupakan jantung hidup masyarakat, ia adalah hati pembentuk, pengembang, pematang serta pemelihara manusia-manusia di dalamnya. Kebudayaan merupakan struktur dasariah manusia, jaringan atau tenunan batinnya, kerangka spiritualnya yang mampu menyatukan masyarakat-masyarakatnya, serta yang menciri-khasi kumpulan anggota-anggotanya sebagai khas, unik, lain dari pada yang lain. Kebudayaan dilihat sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik kita melalui belajar. Melalui belajar terhadap ilmu pengetahuan dan kebiasaan hidup, manusia dapat mengerti dan memahami kebudayaan yang ada. Adanya kebudayaan tidak terlepas dari suatu tantangan. Persoalan yang ada menghantar manusia untuk mengerti eksistensinya sebagai makhluk yang tidak terlepas dari tantangan hidup. bertolak dari problem ini memaksa manusia berpikir dan bertindak bijak. Eksistensi manusia di dunia ini ditandai dengan upaya tiada henti-hentinya untuk menjadi manusia. Upaya ini berlangsung dalam dunia ciptaannya sendiri, yang berbeda dengan dunia alamiah, yakni kebudayaan. Kebudayaan menempati posisi sentral dalam seluruh tatanan hidup manusia. Tak ada manusia yang dapat hidup di luar ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaanlah yang memberi nilai dan makna pada hidup manusia. Seluruh bangunan hidup manusia dan masyarakat berdiri di atas landasan kebudayaan. Karena itu penting sekali artinya bagi kita sebagai manusia untuk memahami secara utuh hakikat kebudayaan. Kebudayaan adalah suatu fenomena universal. Setiap masyarakat dan bangsa di dunia ini memiliki kebudayaan serta kepercayaan terhadap kebudayaan yang dianut dan diakui olehnya, meskipun bentuk dan coraknya berbeda-beda dari masyarakat dan bangsa yang satu ke masyarakat dan bangsa lainnya. Kebudayaan secara jelas menampakkan kesamaan kodrat manusia dari pelbagai suku, bangsa, dan ras. Orang bisa mendefinisikan manusia dengan caranya masing-masing, namun manusia sebagai cultural being, makhluk budaya merupakan suatu fakta historis yang tak terbantahkan oleh siapa pun juga. Sebagai cultural being, manusia adalah pencipta kebudayaan. Dan sebagai ciptaan manusia, kebudayaan adalah ekspresi eksistensi manusia di dunia. Pada kebudayaan, manusia menampakkan jejak-jejaknya dalam panggung sejarah. Pada dasarnya manusia dan kebudayaan selalu ada interaksi kreatif. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia sendiri adalah produk kebudayaan. Itulah yang dimaksudkan dengan dialektika fundamental yang mendasari seluruh proses hidup manusia. Dalam budaya selalu ada dialektikanya. Dialektika fundamental ini terdiri dari tiga momen atau tahap, yakni eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Eksternalisasi merupakan proses pencurahan diri manusia secara terus menerus ke dalam dunia melalui aktivitas fisik dan mentalnya. Objektivasi adalah tahap di mana aktivitas manusia menghasilkan suatu realitas objektif yang berada di luar diri manusia. Sedangkan internalisasi adalah tahap di mana realitas objektif hasil ciptaan manusia itu kembali dicerap oleh manusia. Melalui eksternalisasi manusia menciptakan kebudayaan. Sedangkan melalui internalisasi, kebudayaan membentuk manusia. Dengan kata lain, melalui internalisasi, manusia menjadi produk kebudayaan. Hal ini ditegaskan juga oleh Ruth Bnedict di awal abad ke-20: “No individual can arrive even at the threshold of his potentialities without a culture in which he participates. Conversely, no civilization has in it any element which in the last analysis is not the contribution of an individual”. Jadi, tidak ada individu yang dapat merealisasikan dirinya tanpa kebudayaan, dan tidak ada peradaban yang berkembang tanpa kontribusi dari individu. Fokus penelitian penulis adalah di kampung Warunembu, karena pada prinsipnya orang Warunembu masih sangat menjunjung tinggi Mbo’ Nusi. Secara harfiah kata Mbo berarti nenek atau kakek. Mbo Nusi adalah leluhur atau nenek moyang yang telah meninggal. Mbo Nusi adalah orang yang ada sebelum adanya kita. Mbo Nusi adalah orang yang dari pertama sampai adanya sekarang. Mbo Nusi adalah orang yang lebih dahulu ada dan hidup, atau orang yang paling tua. Sehingga dalam memohon berkat atau karunia dari Mbo Mori, orang Warunembu sering meminta lewat Mbo Nusi sebab Mbo Nusi diyakini sebagai yang paling dekat atau sudah berada bersama Mbo Mori. Doa kepada Mbo Mori melalui Mbo Nusi itu yang disebut dengan Pintu Pazir. Pintu Pazir itu adalah sebuah ungkapan kepercayaan orang Riung pada umumnya dan Warunembu pada khususnya terhadap Wujud Tertinggi. Memang Pintu Pazir merupakan satu ungkapan kepercayaan terhadap Wujud tertinggi, akan tetapi ungkapan kepercayaan (doa-doa) itu selalu melalui leluhur. Pintu Pazir merupakan kata-kata keramat leluhur dalam bentuk doa, sebagai ekspresi pikiran dan hati mengenai Mori (Tuhan) atas peran-Nya dalam kehidupan manusia, dan diwariskan secara turun-temurun. Pintu Pazir sungguh berasal dari leluhur yang diwariskan kepada keturunannya sebagai kumpulan doa kepada Yang Ilahi, yang memuat jaminan kebahagiaan dan keselamatan bagi yang mengimaninya. Sehingga sebagai judul umum penelitian ini penulis merampungnya menjadi Mbo’ Nusi Dalam Teks Pintu Pazir Pada Budaya Orang Warunembu, Kecamatan Riung Barat, Kabupaten Ngada, Flores.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Uncontrolled Keywords: Mbo’ Nusi , Teks Pintu Pazir , Budaya
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
B Philosophy. Psychology. Religion > BD Speculative Philosophy
B Philosophy. Psychology. Religion > BJ Ethics
Divisions: Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat
Depositing User: S.Fil Retno Maku
Date Deposited: 08 Sep 2023 22:57
Last Modified: 08 Sep 2023 22:57
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/13842

Actions (login required)

View Item View Item