Kematian Metanarasi Di Dalam Media Sosial: Diskursus Filsafat Postmodernisme Jean-François Lyotard

BNANI, Agustri Mardika Leuf (2023) Kematian Metanarasi Di Dalam Media Sosial: Diskursus Filsafat Postmodernisme Jean-François Lyotard. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (948kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (235kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (224kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (232kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (251kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (352kB)

Abstract

Postmodernisme secara umum dapat diartikan sebagai suatu gerakan intelektual abad ke-20 yang dengan segala bentuk dan tendensinya, umumnya bermunculan sebagai kritik atas kegagalan paradigma dan proyek modernisme. Di wilayah filsafat istilah ini pertama kali dikemukakan oleh filsuf Perancis Jean François Lyotard dalam bukunya (Terjemahan Inggris) The Postmodern Condition: A Report on Knowledge (1979) (Kondisi Postmodern: Suatu Laporan mengenai Pengetahuan). Lyotard dalam bukunya ini mendefinisikan postmodern sebagai suatu ketidakpercayaan pada kekokohan modernisme yang ditandai oleh metanarasinya, suatu kisah-kisah besar yang mempunyai fungsi mengarahkan serta menjiwai masyarakat modern. Metanarasi (kisah-kisah besar) modernisme yang mempunyai sifat universalistik dan deterministik, saat ini tidak berlaku lagi, sebab justru yang perlu mendapat kepercayaan lebih dominan di abad sekarang ini bukan lagi kebenaran tungal melainkan kebenaran-kebenaran yakni pengakuan atas keberadaan mininarasi (narasi-narasi kecil) yang sifatnya lokal dan kontekstual. Di era kontemporer ini kisah-kisah besar itu ditolak bahkan disingkirkan. Kebenaran tidak lagi bersifat tunggal, sebab manusia di era digital informasi ini justru “merayakan” kemajemukan, yakni pengakuan atas kebenaran-kebenaran. Salah satu gejala yang menandai kematian metanarasi atau “perayaan” atas kemajemukan di era digital informasi ini ialah maraknya penggunaan media sosial. Sikap penolakan terhadap metanarasi modernisme terwujud melalui fenomena-fenomena dalam media sosial. Realitas tidak lagi berdimensi tunggal sebab, para pengguna (usser) media sosial adalah juga seorang penafsir, sehingga kebenaran terdivergensi ke dalam bermacam-macam bentuk. Hal ini menegaskan bahwa media sosial mampu menjadi suatu saluran yang memungkinkan bagi narasi-narasi kecil itu disuarakan dan menjadi wadah bagi bertumbuhnya narasi-narasi itu, apa pun bentuk dan tipe narasi-narasi kecil itu. Diskursus mengenai postmodernisme dalam kerangka berpikir Lyotard di era digital informasi saat ini kiranya menjadi sangat relevan. Ia menjadi sangat relevan karena menggambarkan karakteristik umum postmodernisme ini, yakni penolakan terhadap narasi-narasi besar (metanaravites) yang ditandai dengan bangkitnya narasi-narasi kecil (mininaratives) dalam dan melalui media sosial.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Uncontrolled Keywords: Postmodernisme, Metanarasi, Media Sosial, Pluralitas Kebenaran, Jean-François Lyotard.
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
B Philosophy. Psychology. Religion > BC Logic
B Philosophy. Psychology. Religion > BD Speculative Philosophy
Divisions: Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat
Depositing User: S.Fil Agustri Mardika Leuf Bnani
Date Deposited: 08 Sep 2023 23:02
Last Modified: 08 Sep 2023 23:02
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/13868

Actions (login required)

View Item View Item