Relasi Aku-Engkau Menurut Driyarkara Dan Relevansinya Dalam Upaya Mewujudkan Keadilan

TAGE, Kristianus (2023) Relasi Aku-Engkau Menurut Driyarkara Dan Relevansinya Dalam Upaya Mewujudkan Keadilan. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (908kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (491kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (401kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (677kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (440kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (503kB)

Abstract

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial dan bukan individu semata. Sifatnya yang sosial maka, manusia saling bekerja sama. Kerja sama, saling mendukung, menguatkan antara satu dengan yang lainnya, memampukan “Aku menjadi aku karena yang lain. Relasi aku-engkau yang digagas oleh Nicolaus Driyarkara, adalah relasi intersubjektivitas antara aku dan engkau. Bahwa aku tak selamanya menjadi sempurna apabila tidak memiliki relasi dengan yang lainnya. Sebab, aku menjadi aku karena engkau. Subjek Engkau disini sangat diistimewakan oleh Driyarkara, karena engkau sangatlah dibutuhkan oleh aku. Maka terciptalah, “relasi aku-engkau”, relasi aku-engkau selalu ada dalam kebersamaan, dalam suatu suasana persaudaraan. Maka, yang lain, engkau disini disebut sebagai teman, sahabat socius. Dalam keadaan interaksi dengan sesamanya, manusia senantiasa memerlukan yang lain. Manusia dan keberadaannya, turut memanusiakan manusia yang lain. Dari dan berkat relasi dengan sesama antara Aku-Engkau, memampukan Aku mengenal dan sekaligus sebagai proses penemuan diri saya yang otentik dan saling menyempurnakan satu sama lain, sebagai satu subjek. Namun, perlu diketahui bahwa relasi intersubjektivitas menegaskan bahwa, “Aku” tidak selamanya bergantung sepenuhnya kepada “Engkau” karena kedua subjek tersebut memiliki otonomi atau ke-Akuannya masing-masing. Dimana, subjek “Aku” dan “Engkau” berdiri sendiri-sendiri dalam menentukan dan menjalani hidup mereka di dunia ini. Sedangkan, mengenai relevansi yang dimaksud penulis disini bahwa, jangkauan relasi saya adalah tak terbatas oleh apapun. Artinya, saya berelasi dengan siapapun yang ada di muka bumi ini, baik itu keluarga, teman maupun musuh, lawan, orang yang membenci saya, orang yang saya tidak kenal, orang yang beragama lain, orang yang berbeda negara dengan saya dan siapapun mereka itu, dengan berbagai latar belakangnya tidak mempengaruhi saya untuk tetap saya cintai, hargai dan tetap memiliki relasi dengan mereka itu dalam suatu relasi sosial dalam upaya mewujudkan keadilan. Dengan demikian, atas jalan pikiran seperti itu, penulis hendak mewujudkan suatu rasa keadilan bagi siapapun dalam relasi saya dengan sesama pada umumnya, dengan demikian penulis menegaskan bahwa sesama yang lain itu adalah bagian dari saya, subjek seperti saya, gambar dan rupa Allah yang senantiasa dijaga, dan dihargai serta dicintai seperti saya menjaga, menghargai dan mencintai diri saya sendiri. Perjumpaan dengan sesama demi melengkapi satu sama lain dalam semangat sosialitas, justru ditentang oleh semangat individualitas dan kolektivitas tertentu. Dimana, yang lain selalu memperlakukan sesamanya, kelompok, agama, negara lainnya sebagai musuh, yang mesti dijadikan objek, pelampiasan nafsu, emosi, balas dendam hanya demi kepentingan dirinya kelompok, agama dan negarannya. Driyarkara memberi sumbangan bagi setiap persona bahwa, setiap pribadi perlu dipersonisasi. Menurut Driyarkara, personisasi berarti; proses tahap demi tahap guna mencapai kepersonaan dari diri seseorang atau untuk menuju kepada kesempurnaan dan itu terjadi jika kita telah bersatu dengan sumber segala kepersonaan yakni Tuhan. Bersatu dengan sumber segala kepersonaan yakni Tuhan itu sendiri, ketika saya melihat sesama saya, juga adalah diri, subjek seperti saya, wajah Allah yang tampak pada sesama saya. Pemahaman-pemahaman yang baik dan positif seperti ini diharapkan ada didalam pikiran dan hati kita. Supaya jangan heran, jangan merasa terganggu, merasa emosi ketika melihat sesama yang ada disekitar saya, yang berjauhan dengan saya, yang memiliki beragam keunikan-keunikan, kelebihan dan kekurangannya masing-masing, dan itu perlu dihargai, dihormati atas segala keadaannya, karena dia dan mereka adalah satu ciptaan yang mulia dari Allah yang memiliki kesamaan harkat dan martabat yang luhur dihadapan Allah. Menghargai mereka yang berbeda, berarti mewujudkan keadilan. Keadilan dalam berelasi disebut sebagai relasi sosial yang dimaksud penulis disini bahwa jangkauan relasi saya adalah tak terbatas oleh apapun. Artinya, saya berelasi dengan siapapun yang ada di muka bumi ini, baik itu keluarga, teman maupun musuh, lawan, orang yang membenci saya, orang yang saya tidak kenal, orang yang beragama lain, orang yang berbeda negara dengan saya dan siapapun mereka itu, dengan berbagai latar belakangnya tidak mempengaruhi saya untuk tetap saya cintai, hargai dan tetap memiliki relasi dengan mereka itu dalam suatu relasi sosial. Relasi aku-engkau yang dikehendaki oleh Driyarkara adalah, kedua subjek ada untuk saling menguatkan, mendukung, dan menghormati satu sama lain. Oleh karena itu, perlu adanya sikap kerendahan hati untuk lebih bertanggungjawab terhadap sesama yang juga adalah anugerah dari ciptaan Allah yang mulia. Sebab, antara aku dan engkau sama-sama membawa wajah Allah karena dalam dirinya dan didalam diri saya merupakan tempat tinggal Allah atau kita ini adalah Bait Allah itu sendiri. Maka, perlu adanya kesadaran diri saya tentang keberadaan engkau yang adalah subjek, seperti diri saya yang juga subjek. Driyakara, menekankan bahwa dalam hubungan dengan sesamanya, harus terlaksana, terjadi atas dasar cinta dan keadilan serta satu hal yang ia tambahkan yaitu, dimensi kerohanian. Sehingga, pemahaman kita tentang relasi aku-engkau akan terjadi dan akan selalu berada dalam lingkaran subjek semata, apabila keduanya sama-sama telah mengenal, menyerahkan dirinya dan telah mendekatkan diri kepada Sang pemberi hidup yakni, Tuhan itu sendiri. Sebab, di dalam dan bersama Tuhan Yang Maha Kuasa, kita memperoleh kelimpahan cinta, cinta yang tanpa batas seperti cinta yang dimiliki Yesus (agape, caritas). Inilah dasar bagi manusia dalam berelasi, karena dibangun atas dasar cinta Tuhan. Cinta Tuhan inilah yang ada senantiasa menjadi patokan bagi manusia, siapa saja untuk menjalin hubungan dengan sesamanya.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Uncontrolled Keywords: Homo Socius, Aku-Engkau, Personisasi, Otonomi Diri
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
Divisions: Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat
Depositing User: S.Fil Kristianus Tage
Date Deposited: 20 Sep 2023 03:04
Last Modified: 20 Sep 2023 03:04
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/14507

Actions (login required)

View Item View Item