RANGGA, Pregrinus (2024) Eksitensi Lembaga Pemangku Adat (LPA) Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Pada Masyarakat Adat Natanage Kecamatan Boawae Kabupaten Nagekeo. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.
Text
ABSTRAK.pdf Download (331kB) |
|
Text
BAB I.pdf Restricted to Repository staff only Download (347kB) |
|
Text
BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (377kB) |
|
Text
BAB III.pdf Restricted to Repository staff only Download (232kB) |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Repository staff only Download (593kB) |
|
Text
BAB V.pdf Download (226kB) |
|
Text
DAFTAR PUSTAKA DAN SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIASI.pdf Download (364kB) |
Abstract
Mengakui hak masyarakat adat merupakan salah satu kewajiban pemerintah, di mana hal ini berdasarkan pada pasal 18B ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat suatu prinsip bahwa negara mengakui dan menghormati terhadap eksistensi masyarakat hukum adat. Di Nagekeo memiliki masyarakat adat, salah satunya masyarakat adat Natanage. Kehidupan sosial masyarakat adat Natanage tidak terluput dari adanya pengaruh budaya. Misalnya dalam proses penyelesaian masalah tanah yang melibatkan peran lembaga adat. LPA Natanage merupakan lembaga yang menangani penyelesaian permasalahan yang terjadi pada masyarakat. Dari penjelasan di atas menarik perhatian peneliti, mengenai eksitensi dari LPA Natanage dalam penyelesaian sengketa tanah. Maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Eksitensi Lembaga Pemangku Adat (LPA) dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Pada Masyarakat Adat Natanage, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo”. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana eksitensi Lembaga Pemangku Adat (LPA) dalam penyelesaian sengketa tanah pada masyarakat adat Natanage, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan memahami tentang eksitensi Lembaga Pemangku Adat (LPA) dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Pada Masyarakat Adat Natanage, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empriris dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan historis. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah keberadaan LPA Natanage tidak sesuai ketentuan karena dibentuk oleh Polri yang tidak memiliki kewenangan dalam membentuk sebuah lembaga adat dan belum adanya peraturan Bupati Nagekeo yang mengatur tentang pembentukan lembaga adat sesuai dengan Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018. Proses pnyelesaian sengketa tanah juga melibatkan pemerintah kelurahan. LPA Natanage telah menjalankan peranannya degan baik sesuai dengan tugas dan fungsinya. Eksitensi dari lembaga pemangku adat sudah mengabil beberapa peran yang sebenarnya telah turun temurun dilakukan oleh mosalaki. Proses penyelesaian yang dilakukan oleh LPA Natanage tidak sesuai dengan proses yang turun temurun dilakukan oleh masyarakat Natanage yakni dengan proses babho, sehingga sudah tidak relevan dengan dengan teori the living law. Penulis mengambil kesimpulan bahwa eksitensi dari LPA Natanage dapat dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan Pemendagri Nomor 18 Tahun 2018 menyatakan bahwa penetapan LKD dan LAD di kelurahan diatur dengan Peraturan Bupati. Maka keberadaan LPA Natanage cacat hukum karena belum adanya Peraturan Bupati Nagekeo yang mengatur tentang Pembentukan Lembaga Adat Kelurahan. Pembentukan LPA Natanage tidak sesuai ketentuan karena dibentuk oleh Polri yang semestinya tidak memiliki kewenangan dalam membentuk sebuah lembaga adat. Berdasarkan kenyataannya LPA Natanage khsusnya dalam proses penyelesaian sengketa tanah sudah menjalankan perannya dengan baik. Keberadaan LPA Natanage sangat membantu dalam penyelesaian sengketa tanah bagi masyarakat adat Natanage. Akan tetapi eksitensi dari LPA sudah mengabil beberapa peran yang sebenarnya telah turun temurun dilakukan oleh mosalaki sebagai orang-orang dipercayakan untuk melakukan babho di dalam wilayah kelurahan Natanage misanya dalam penyelesaian sengketa tanah. Dalam penyelesaian sengketa tanah hukum acara yang digunakan juga menggunakan proses mediasi yang jika dikaitkan dengan teori the living law maka tidak sesuai. proses penyelesaian yang dilakukan oleh LPA Natanage berbeda dengan proses penyelesaian sengketa yang sudah ada pada masyarakat adat natanage yakni dengan proses babho. Proses yang dilakukan di dalam LPA Natanage telah menghilangkan beberapa makna penting dari proses penyelesaian dengan babho misanya proses pada LPA yang hanya pada batas mediasi sedangkan pada proses babho sampai pada putusan dan tidak adanya sumpah adat yang menjadi ciri khas penyelesaian melalui adat. Dalam proses penyelesaiannya sengekta tanah juga melibatkan pemerintah kelurahan, yang sebenarnya tidak mempunyai kewenagan karena pemerintah kelurahan hanya sebagai lembaga administrasi. Adapun beberapa saran dari penulis, bagi pemerintahan Kabupaten Nagekeo, mestinya membuat peraturan bupati tentang pembentukan LPA kelurahan. LPA harus mempertahankan keadaan saat ini yang sangat membantu proses penyelesaian sengekta tanah. akan tetapi tidak sepenuhnya mengabil peran dari mosalaki. LPA Natanage semestinya tetap mengutamakan proses babho dalam penyelesaian perkara.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Eksitensi Pemangku Adat Penyelesaian Sengketa Tanah,Masyarakat Adat. |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum > Program Studi Hukum |
Depositing User: | Pregrinus Rangga |
Date Deposited: | 12 Jun 2024 04:23 |
Last Modified: | 12 Jun 2024 04:23 |
URI: | http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/16289 |
Actions (login required)
View Item |