HARJONI, Sebastianus Julian (2024) Manusia Ironis Liberal Perspektif Richard Rorty. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.
|
Text
ABSTRAK.pdf Download (959kB) |
|
|
Text
BAB I.pdf Download (379kB) |
|
|
Text
BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (648kB) |
|
|
Text
BAB III.pdf Restricted to Repository staff only Download (711kB) |
|
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Repository staff only Download (434kB) |
|
|
Text
BAB V.pdf Restricted to Repository staff only Download (284kB) |
|
|
Text
DAFTAR PUSTAKA DAN SURAT BEBAS PLAGIAT.pdf Download (1MB) |
Abstract
Manusia Ironis Liberal adalah salah satu konsep pemikiran dari seorang Filsuf Amerika Serikat yakni Richard Rorty. Konsep pemikiran dari Richard Rorty ini lahir karena Dia melihat adanya ketimpangan yang terjadi di abad ke 20 kususnya dalam konteks kehidupan masyarakat Amerika pada saat itu. Pertama, dia melihat bahwa banyaknya ideologi-ideologi seperti ideologi nasional-sosialisme, fasisme, komunisme, dan ideologi keagamaan yang membatasi manusia dalam berbuat etis. Ciri khas dari pemikiran idiologis adalah kepercayaan akan sebuah teori, entah kanan atau kiri, sekuler atau religious, yang hanya tinggal diterapkan dan segala-galanya akan menjadi baik. Hal inilah yang ditolak oleh Richard Rorty. Rorty melihat, ideologi-ideologi ini, seakan-akan membatasi kehendak bebas dari manusia untuk berbuat etis. Rorty juga melihat, banyak orang melakukan perbuatan etis atau bermoral tapi dilandasakan pada ideologi tertentu tanpa kemauan atau kebebasan dari pribadi seseorang. Dengan kata lain, seseorang bermoral harus didasarkan pada idiologi tertentu agar kebenaran dapat diakui. Rorty di sini cenderung setuju dengan Nietzsche yang berbicara tentang kodrat manusia. Kodrat manusia bagi Nietzsche ialah hasrat untuk berkuasa (the will to power). Dari sini Rorty meyakini bahwa hasrat untuk berkuasa di dalam diri manusia membuat manusia tidak mempunyai “rasa terdalam” dari solidaritas manusia. Selama ini, solidaritas hanya sejauh peradaban manusia karena manusia sibuk mencari fondasi rasional atasnya. Bagi Rorty, hidup bersama berarti “berbagi kosakata harian bersama”. Solidaritas dicapai bukan dengan tuntutan, harus begini harus begitu, melainkan dengan imajinasi, yaitu “kemampuan imajinatif untuk melihat orang lain sebagai sesama penderita”. Di sini solidaritas tidak ditemukan dengan refleksi x (rasional), melainkan dicipta. Ia tercipta dengan meningkatkan senstivitas kita ke detail-detail khusus dari sakit dan keterlukaan orang lain dan demikian bukan lagi “mereka” melainkan “bagian dari kita”. Rorty juga mengatakan “we have a moral obligation to feel a sense of solidarity with all other human beings. (kita memiliki kewajiban moral untuk merasakan rasa solidaritas dengan semua manusia lainnya). Di samping itu, Rorty menegaskan bahwa solidaritas terbangun sebagai jalan bersama yang berawal dari kesadaran tentang keterbatasan diri. Dengan kata lain, solidaritas dalam kehidupan dimulai ketika manusia melihat diri secara bersama sebagai kita yang terbatas. Syarat munculnya sikap solidaritas itu adalah „perasaan‟ bahwa mereka sama. Perasaan ini dideskripsikan dalam kata „kita‟. Kata ini mendeskripsikan suatu relasi yang emotif antara satu subjek dengan subjek lainnya. Oleh karena itu, Rorty memberikan sebuah rujukan, yakni alangkah baiknya kita menjadi seorang manusia ironis liberal, dimana seseorang yang tidak memutlakkan keyakinannya akan kebenaran absolut, bahkan keyakinan yang paling mendasar dalam hidupnya. Rorty berpendapat, bersolider atau berbuat etis tidak harus didasarkan pada suatu landasan metafisik atau prinsipprinsip umum. Etika ironis liberal di mata Rorty tidak dibangun di atas fondasi filosofis, religius dan ideologis yang sama. Tidak disyaratkan sebuah paham yang mencakup secara umum dan merangkum alasan mengapa seseorang harus bertindak etis. Yang terpenting dalam etika ironis liberal adalah bahwa orang lain mudah terluka dan terhina dan harus dibantu. Semakin etis menurut manusia ironis liberal ialah semakin solider dengan banyak orang, Jika dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, pemikiran Richard rorty ini bisa diterapkan dalam lingkungan masyarakat multikultural, kita tahu bahwa, identik dari masyarakat xi multikultural adalah perbedaan. Dimulai dari asal, agama, ras dan kebudayaannya. Masingmasing dari setiap kebudayaan tentu akan mempertahankan kebenaran atau kosa kata akhirnya sehingga dari kosa kata akhir itupun terbentuklah aturan yang menjadi kepercayaan atau ideologi tertentu yang menjadi batasan bagi mereka untuk bersolider dengan yang lain. Jadi pemikiran Richard Rorty ini, sangat bisa jika diterapkan dalam lingkungan masyarakat multikultural sehingga mudah bagi seseorang untuk berelasi atau berinteraksi dengan kebudayaan yang lain tanpa dibatasi dengan norma yang ada. Begitupula halnya dalam berbuat suatu yang etis (solider). Seseorang tidak perlu memikirkan norma dari kebuadayaannya untuk bersolider dengan kebudayaan yang lain. Oleh karena itu, dengan melihat latar belakang dari pemikiran Richard Rorty ini, penulis merasa terdorong untuk mengkaji lebih jauh perihal tentang Manusia Ironis Liberal dalam maha karyanya Contingency, Irony and Solidarity. Oleh karena itu, penulis ingin mengkaji tulisan ini di bawah tema: Manusia Ironis Liberal Perspektif Richard Rorty.
| Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
|---|---|
| Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General) |
| Divisions: | Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat |
| Depositing User: | Perpustakaan UNWIRA |
| Date Deposited: | 14 Aug 2025 05:25 |
| Last Modified: | 02 Sep 2025 11:08 |
| URI: | http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/20894 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |
