Sóren Kierkegaard Tentang Diri yang Otentik dan Relevansinya di Era Post-Truth

SERAN, Darmasius Aron (2025) Sóren Kierkegaard Tentang Diri yang Otentik dan Relevansinya di Era Post-Truth. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (763kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (530kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (605kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (494kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (501kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (200kB)
[img] Text
DAFTRA PUSTAKA.pdf

Download (578kB)

Abstract

Fenomena Post-Truth semakin mengkhawatirkan saat ini, di mana masyarakat lebih percaya pada informasi yang sesuai keyakinan pribadi dibandingkan fakta yang ada. Fenomena Post-Truth berkembang pesat, sehingga masyarakat sulit untuk membedakan yang benar dan yang salah. Pada Abad Modern ini, manusia selalu bertanya-tanya tentang keberadaan dirinya atau jati dirinya. Manusia tidak pernah lelah untuk terus-menerus mencari, mengejar, dan mewujudkan jati dirinya. Jati diri manusia menampilkan pertumbuhan dan perkembangan dalam menjalani hidup. Di tengah gelombang arus zaman yang penuh dengan masalah seperti hilangnya arti jati diri, manusia perlu mengekspresikan dirinya kembali untuk menjadi manusia yang otentik di era modern ini. Dewasa ini dengan adanya media digital, sofisme muncul kembali dalam sosok publik yang memutarbalikkan fakta, istilah ini bisa disebut Post-Truth. Era Post-Truth telah menjadi tantangan tersendiri bagi otentisitas seseorang, sisi lain Post-Truth menjadi era dimana pembentukan opini cenderung berdasarkan pada emosi dan keyakinan semata, sementara fakta-fakta dan rasionalitas sering dikesampingkan. Konsep diri yang otentik menjadi sarana pengolahan diri secara integral di tengah ketidakpastian informasi serta manipulasi kebenaran di era Post-Truth. Perlu disampaikan bahwa sudah banyak penulis di Indonesia yang mencoba mengkaji pemikiran Kierkegaard ini, karena secara umum dilihat bahwa situasi masyarakat diwarnai oleh berbagai informasi yang kurang akurat dan sering kali dimanipulasi. Albertus Daniel (2024), mengkaji pemikiran filosofis Sóren Kierkegaard tentang menjadi individu otentik, meskipun berada di tengah massa. Ocah Riski Putri dkk (2024), dalam penelitian mengatakan di tengah derasnya arus informasi, budaya instan, dan ancaman-ancaman moralitas, manusia semakin tergerus nilai-nilai luhur kemanusiaannya. Sedangkan Wartono (2009), mengkaji pemikiran Kierkegaard tentang diri yang otentik. Selain itu, Muhammad Shofa (2012), mengkaji dalam tulisannya bagaimana memahami pandangan unik Kierkegaard dengan berkonsentrasi pada analisisnya tentang tahap-tahap menjadi manusia otentik Sóren Kierkegaard adalah filsuf eksistensialisme pertama, Ia berargumen bahwa setiap individu bertanggungjawab untuk memberikan makna bagi hidup dan kehidupannya, dan menghidupi makna tersebut secara jujur dan bergairah. Ini berarti pertimbangan terpenting bagi seseorang selaku individu adalah bahwa dia adalah individu, entitas yang bersikap dan bertanggungjawab secara independen dan sadar. Kierkegaard mengatakan menjadi pribadi yang otentik adalah sebuah perjuangan terus menerus. Pribadi otentik melibatkan keselarasan dengan diri untuk keluar dari ketakutan dan berani menghadapi tantangan dengan tujuan mengekspresikan jati diri yang sejati dan mendalam. Otentisitas bukan hanya tentang menjadi diri sendiri, melainkan bagaimana individu mengakui dan menerima keunikannya. Dengan menjadi otentik, individu dapat membangun hubungan yang lebih mendalam dengan orang lain dan meningkatkan kepercayaan diri, dan hidup dengan lebih damai. Dengan kata lain, otentisitas dapat tercapai ketika manusia individu memiliki kebulatan tekad untuk mewujudkan keputusan eksistensial. Berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu tersebut, fokus penelitian ini adalah tentang konsep diri yang otentik dari Kierkegaard dan bagaimana relevansinya dalam memahami kondisi manusia di era Post-Truth. Diri yang otentik merupakan sarana bagi seseorang untuk memahami dan menghidupi kebenaran yang mendalam tentang diri mereka, dalam memilah berbagai informasi yang dikonstruksi dari keyakinan pribadi dan emosional segelintir individu. Penulis berasumsi bahwa di tengah lingkungan Post-Truth yang dibanjiri informasi manipulasi, konsepsi Kierkegaard mengajak setiap individu untuk mencari kebenaran dalam diri mereka sendiri dan menghindari penyesatan oleh informasi eksternal yang tidak otentik. Secara metodologis, penulis menganalisis konsep tiga tahap eksistensial dalam pemikiran Kierkegaard, yaitu tahap estetis, etis, dan religius. Namun, dalam konteks penelitian ini, penulis secara khusus membatasi kajian pada tahap etis sebagai tahap otentik, sebab pada tahap ini individu mulai menggunakan akal budinya untuk membedakan yang benar dan yang salah. Tahap etis menandai kesadaran diri untuk mengambil tanggung jawab moral secara personal, yang dianggap paling relevan dalam menghadapi tantangan era Post-Truth, di mana rasionalitas, komitmen terhadap kebenaran, dan integritas diri menjadi sangat penting. Untuk menjawabi hipotesis awal ini penulis kemudian membuat tulisan ini dengan judul “Sóren Kierkegaard Tentang Diri Yang Otentik Dan Relevansinya Di Era Post-Truth”

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
B Philosophy. Psychology. Religion > BD Speculative Philosophy
Divisions: Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat
Depositing User: Darmasius Aron Seran
Date Deposited: 17 Oct 2025 06:14
Last Modified: 17 Oct 2025 06:14
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/22472

Actions (login required)

View Item View Item