Analisis Hukum Terhadap Tradisi Belis dalam Perkawinan Adat pada Masyarakat Kuta Kecamatan Kanatang Kabupaten Sumba Timur

NDOLU, Chinta Mea Jacoba (2025) Analisis Hukum Terhadap Tradisi Belis dalam Perkawinan Adat pada Masyarakat Kuta Kecamatan Kanatang Kabupaten Sumba Timur. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (1MB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (295kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (609kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (317kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (571kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (194kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA DAN KETERANGAN PLAGIAT.pdf

Download (472kB)

Abstract

Tradisi belis dalam masyarakat adat Kuta, Sumba Timur, merupakan unsur penting dalam perkawinan adat yang tidak hanya berfungsi sebagai simbol penghormatan, tetapi juga menjadi syarat sahnya pernikahan menurut hukum adat. Praktik ini menciptakan struktur hak dan kewajiban antara pihak laki-laki dan perempuan, termasuk pengakuan status sosial, keabsahan hubungan suami-istri, serta perpindahan status keanggotaan keluarga. Dalam beberapa kasus, belum dipenuhinya belis dapat membatasi hak laki-laki sebagai kepala rumah tangga atau memengaruhi kewajiban perempuan terhadap keluarga asalnya. Masalah dalam penilitian adalah bagaimana pelaksanaan tradisi belis dalam perkawinan adat masyarakat Kuta Kecamatan Kanatang Kabupaten Sumba Timur Jenis penelitian ini adalah penilitian hukum empiris, sumber data yang digunakan dalam penelitian yakni data primer yang diperoleh dari sumber langsung dengan menggunakan metode pengumpulan dat berupa wawancara secara langsung di lokasi penelitian dan data sekunder melalui studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa belis bukan hanya simbol budaya, tetapi merupakan mekanisme hukum yang mengatur distribusi hak dan kewajiban antara kedua pihak dalam pernikahan. Pada setiap tahap mulai dari Ketuk Pintu, Karai Tau, Pangga, Pahamang, hingga Puru Ngandi terdapat struktur normatif yang secara tegas menentukan siapa berhak melakukan apa, dan siapa wajib menunaikan apa. Misalnya, pihak laki-laki berkewajiban membawa hewan persembahan sebagai bentuk keseriusan dan komitmen, sementara pihak perempuan berhak menerima, menilai, dan bahkan menegosiasikan nilai belis berdasarkan pertimbangan adat dan kekerabatan. Dalam kerangka pluralisme hukum, eksistensi hukum adat seperti ini menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia tidak tunggal. Hukum negara memang memiliki kedudukan formal, tetapi dalam praktik sosial, hukum adat tetap memegang kekuasaan normatif yang nyata dan dihormati. Hal ini menjadi semakin jelas ketika pelanggaran terhadap ketentuan belis dapat mengakibatkan sanksi sosial seperti pengucilan atau tidak diakuinya pernikahan secara adat meskipun negara secara administratif mungkin tetap mengesahkannya Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu Pelaksanaan belis di Desa Kuta mencerminkan prinsip hukum adat yang bersifat plural, fleksibel, dan kontekstual. Prosesnya melalui lima tahapan utama, disertai dengan simbol, musyawarah adat, dan pemberian benda-benda adat yang menggambarkan tanggung jawab sosial, penghormatan terhadap perempuan, serta pembentukan relasi antarkeluarga besar. Nilai esensial seperti penghormatan dan tanggung jawab harus tetap dijaga, sementara bentuk dan jumlah belis bisa disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan perkembangan zaman

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Uncontrolled Keywords: Tradisi Belis, Hukum Adat, Pluralisme Hukum. Living Law.
Subjects: G Geography. Anthropology. Recreation > GN Anthropology
K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum > Program Studi Hukum
Depositing User: CHINTA MEA JACOBA NDOLU
Date Deposited: 17 Oct 2025 05:51
Last Modified: 17 Oct 2025 05:51
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/22477

Actions (login required)

View Item View Item