Pengurapan Yesus Di Betania Sebagai Simbol Persiapan Hari Penguburan-Nya Dan Relevansinya Dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit (Refleksi Eksegetis Atas Teks Yoh 12: 1-8)

MAMULAK, Silverius Juniarius Jehot (2025) Pengurapan Yesus Di Betania Sebagai Simbol Persiapan Hari Penguburan-Nya Dan Relevansinya Dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit (Refleksi Eksegetis Atas Teks Yoh 12: 1-8). Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

[img] Text
abtraksi.pdf

Download (840kB)
[img] Text
bab I.pdf

Download (302kB)
[img] Text
bab 2.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (387kB)
[img] Text
bab 3.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (455kB)
[img] Text
bab 4.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (307kB)
[img] Text
bab 5.pdf

Download (193kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (270kB)

Abstract

Kajian ini berusaha menyingkap makna teologis dan pastoral dari minyak urapan, pengurapan Yesus di Betania (Yoh 12:1-8), serta kaitannya dengan sakramen pengurapan orang sakit dalam Gereja Katolik. Minyak urapan dalam Perjanjian Lama memiliki fungsi yang sangat penting, bukan hanya dalam kehidupan religius, tetapi juga dalam budaya Israel kuno. Minyak zaitun yang dicampur dengan ramuan khusus dipakai untuk menguduskan imam, nabi, raja, serta kemah suci dan perkakas ibadah. Penggunaan minyak urapan ini menandai pengangkatan seseorang pada jabatan khusus dan menjadi simbol kehadiran Roh Kudus yang melengkapi mereka untuk menjalankan misi ilahi. Dengan demikian, minyak memiliki makna sakral, berbeda dari minyak biasa yang digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti melembutkan kulit, kosmetik, ataupun parfum. Dalam Perjanjian Baru, terminologi pengurapan berkembang. Teks-teks Injil dan surat-surat menggunakan kata alepho (mengurapi atau mengolesi, baik pada orang sehat maupun sakit), dat (mengoleskan minyak pada orang sakit), dan christos (yang diurapi), yang menunjuk langsung pada Yesus sebagai Mesias. Injil juga menyebut berbagai jenis minyak, misalnya minyak narwastu yang sangat mahal dipersembahkan Maria bagi Yesus, serta minyak gaharu yang dipakai Nikodemus untuk mengurapi tubuh Yesus setelah wafat. Dengan demikian, minyak memperoleh makna baru: sebagai lambang kasih, penyembahan, dan persiapan menuju pengorbanan serta kebangkitan Kristus. Kisah pengurapan Yesus oleh Maria di Betania menjadi puncak simbolisme ini. Maria mempersembahkan minyak narwastu yang mahal, bersujud di hadapan Yesus, dan menyeka kaki-Nya dengan rambutnya. Tindakan ini melambangkan kasih yang total, pengabdian tanpa syarat, serta penanggalan diri. Dalam konteks sosial Yahudi, tindakan Maria melampaui norma yang berlaku, namun justru di sanalah tersingkap makna profetiknya. Yesus sendiri menegaskan bahwa pengurapan itu berkaitan dengan hari penguburan-Nya. Peristiwa ini dengan demikian mempersiapkan para murid untuk memahami penderitaan dan kematian Yesus sebagai jalan menuju kemuliaan. Maria dipandang sebagai teladan murid sejati: ia berani menempatkan Yesus sebagai pusat penyembahan dan mempersembahkan apa yang paling berharga baginya. Dari sisi sakramen pengurapan orang sakit, Gereja Katolik memahami bahwa sakit dan penderitaan adalah bagian tak terpisahkan dari hidup manusia yang perlu disatukan dengan misteri salib Kristus. Sakramen ini memiliki dasar biblis yang kuat (Yak 5:14-15; Mrk 6:13) serta landasan teologis pada karya penyembuhan Yesus dalam Injil. Melalui pengurapan dengan minyak yang diberkati, sakramen ini menghadirkan rahmat Allah yang menyembuhkan, mengampuni dosa, menguatkan dalam penderitaan, bahkan mempersiapkan seseorang untuk perjalanan menuju hidup kekal. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa sakramen ini tidak sekadar “pengurapan terakhir” tetapi perminyakan suci yang membawa penyembuhan holistik, baik fisik maupun spiritual. Dengan demikian, hubungan antara Yoh 12:1-8 dan sakramen pengurapan orang sakit dapat dilihat dalam dimensi sakramental: penggunaan materi fisik (minyak) menjadi sarana kehadiran rahmat Allah. Pengurapan Maria mempersiapkan Yesus untuk sengsara, wafat, dan kebangkitan, sementara sakramen pengurapan mempersiapkan orang sakit untuk menyatukan penderitaan mereka dengan Kristus serta membuka diri pada kesembuhan dan keselamatan. Keduanya sama-sama menegaskan bahwa penderitaan dan kematian bukanlah akhir, melainkan bagian dari misteri penyelamatan Allah. Pengurapan dengan minyak, baik dalam Kitab Suci maupun dalam liturgi Gereja, menjadi tanda konkret kasih Allah yang menyembuhkan, menguduskan, dan menghidupkan.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
B Philosophy. Psychology. Religion > BR Christianity
B Philosophy. Psychology. Religion > BV Practical Theology > BV1460 Religious Education
Divisions: Fakultas Filsafat
Depositing User: Silverius Juniarius J. Mamulak
Date Deposited: 15 Sep 2025 02:18
Last Modified: 15 Sep 2025 02:18
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/22694

Actions (login required)

View Item View Item