Nilai Solidaritas dalam Ritual Hamis Batar pada Masyarakat Desa Umalor Kecamatan Malaka Barat

NAHAK, Yohanes Fernando (2025) Nilai Solidaritas dalam Ritual Hamis Batar pada Masyarakat Desa Umalor Kecamatan Malaka Barat. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

[img] Text
BAB I.pdf

Download (249kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (294kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (610kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (294kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (10kB)
[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (908kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA DAN SURAT BEBAS PLAGIAT.pdf

Download (1MB)

Abstract

Solidaritas merupakan salah satu fondasi paling mendasar dalam membangun kehidupan bersama yang bermartabat dan berkeadilan. Dalam perspektif filosofis, solidaritas tidak hanya dipahami sebagai bentuk empati atau bantuan sesaat, tetapi sebagai kesadaran eksistensial bahwa manusia adalah makhluk yang saling terhubung, saling bergantung, dan saling membentuk. Ia lahir dari pengakuan akan keberadaan yang lain sebagai bagian dari diri, dan menjelma menjadi keterlibatan aktif dalam penderitaan, harapan, dan perjuangan bersama. Sebagai nilai etis, solidaritas menolak logika individualisme yang memisahkan manusia dari komunitasnya. Ia mengedepankan relasi dialogis, di mana martabat setiap orang dihormati dan diperjuangkan secara kolektif. Dalam ranah sosial-budaya, solidaritas menemukan bentuknya dalam gotong royong, kerja kolektif, serta dalam partisipasi aktif terhadap kehidupan bersama, baik dalam konteks tradisi lokal maupun gerakan sosial modern. Solidaritas bukan hanya tindakan, melainkan cara berada di dunia cara mengada yang terbuka terhadap yang lain. Ia menuntut keberanian untuk keluar dari zona nyaman pribadi, dan bersedia hadir dalam realitas orang lain, khususnya mereka yang tertindas, terpinggirkan, atau dilupakan. Karena itu, solidaritas memiliki dimensi moral dan politis sekaligus: ia membela keadilan, menghapus sekat-sekat pemisah, dan menciptakan ruang inklusif di mana semua orang dihargai sebagai subjek yang setara. Dalam dunia yang kian terfragmentasi oleh kepentingan individu, identitas eksklusif, dan persaingan material, solidaritas menjadi tawaran filosofis dan praksis yang relevan untuk merestorasi relasi sosial yang autentik. Ia adalah penegasan bahwa keberadaan manusia menjadi utuh hanya ketika ia mampu hidup "bersama dan untuk yang lain" Ritual Hamis Batar, sebagai ekspresi budaya lokal, menyimpan muatan filosofis yang mendalam tentang eksistensi manusia sebagai makhluk sosial yang tak terpisahkan dari x komunitasnya. Dalam aktivitas kolektif seperti memasak dan memakan jagung secara bersama, tersembunyi nilai-nilai ontologis dan aksiologis yang mencerminkan hakikat manusia, struktur relasi sosial, serta cita ideal tentang kehidupan yang berkeadaban. Secara ontologis, Hamis Batar merepresentasikan pandangan hidup yang memaknai manusia bukan sebagai entitas yang berdiri sendiri (homo clausus), melainkan sebagai bagian dari jejaring relasional yang saling membentuk dan saling bergantung. Dalam ritual ini, eksistensi manusia ditentukan oleh keterlibatannya dalam relasi sosial. Solidaritas tidak dimengerti sebagai kewajiban moral semata, tetapi sebagai hakikat manusia itu sendiri bahwa "ada bersama" (Mitsein, menurut Heidegger) adalah cara manusia mengada yang sejati. Secara aksiologis, nilai solidaritas dalam Hamis Batar mengangkat prinsip-prinsip etika komunal, seperti kebersamaan, saling berbagi, dan penghormatan antar individu sebagai dasar kehidupan bermasyarakat. Dalam dunia modern yang cenderung menekankan individualisme, ritual ini mengajarkan bahwa nilai hidup tidak ditemukan dalam pencapaian pribadi semata, melainkan dalam keberhasilan membentuk kehidupan bersama yang adil dan setara. Solidaritas menjadi nilai luhur yang menolak logika transaksional, dan menggantinya dengan logika relasional di mana makna memberi tidak tergantung pada timbal balik, melainkan pada tanggung jawab eksistensial terhadap sesama. Dari perspektif hermeneutik budaya, Hamis Batar dapat dibaca sebagai teks sosial yang mengartikulasikan kosmologi lokal tentang kehidupan yang terhubung: antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan spiritualitas leluhur. Dalam konteks ini, solidaritas bukan hanya nilai sosial, melainkan menjadi bagian dari tatanan dunia yang sakral. Maka, partisipasi dalam ritual ini bukan hanya tindakan praktis, tetapi merupakan performatif simbolik yang menyatukan dimensi material dan spiritual dalam satu kesatuan makna hidup. xi Lebih lanjut, ritual ini mengandung perlawanan simbolik terhadap alienasi yang dibawa oleh modernitas. Dalam masyarakat yang tercerabut dari akar komunalnya, Hamis Batar menjadi praksis resistensi yang menghidupkan kembali kesadaran kolektif dan memulihkan rasa keterhubungan yang semakin tergerus oleh logika individual, konsumtif, dan mekanistik. Dengan demikian, nilai solidaritas dalam Hamis Batar bukan hanya bagian dari adat, tetapi juga merupakan tawaran filsafat hidup yang mengedepankan relasi, partisipasi, dan keseimbangan. Secara keseluruhan, Hamis Batar adalah bentuk konkret dari filsafat hidup komunal yang menyuarakan pentingnya "menjadi manusia dalam dan bersama yang lain." Ia menyatukan antara nilai dan tindakan, antara simbol dan praksis, antara keberadaan dan kebersamaan. Dalam ritual ini, solidaritas tidak hanya dipraktikkan, tetapi dimaknai, dihidupi, dan diwariskan sebagai warisan filosofis masyarakat yang menghargai relasi sebagai dasar eksistensi.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
G Geography. Anthropology. Recreation > GN Anthropology
Divisions: Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat
Depositing User: Yohanes Fernando Nahak
Date Deposited: 22 Oct 2025 00:20
Last Modified: 22 Oct 2025 00:20
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/22910

Actions (login required)

View Item View Item