MEGA, YOHANES MAY (2017) Keadilan Sebagai Fairness Menurut John Rawls. Undergraduate thesis, Unika Widya Mandira.
Text
Abstraksi.pdf Download (307kB) |
|
Text
BAB I.pdf Download (129kB) |
|
Text
BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (157kB) |
|
Text
BAB III.pdf Restricted to Repository staff only Download (226kB) |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Repository staff only Download (325kB) |
|
Text
BAB V.pdf Download (126kB) |
Abstract
Keadilan adalah kebajikan pertama dalam institusi-institusisosial1. Tanpa kedilan sebuahNegara akanruntuh. Ketidakadilan adalah persolan yang sangat mempengaruhi eksistensi sebuahNegara terutama dalam Negara demokrasi kostitusional liberal.Atau juga dalam sebuah negara yang menganut system demokrasi, tidak bias tidak aspekkeadilan merupakan perhatiansentral karena hanyadidalam keadilan kitadapat berbicara jugatentang kebebasan, hak, kesetaraan dan semua aspek-aspek yang mendukung keadilan. Olehkarena itu Rawls mengatakan bahwa keadilan adalahfondasi dalam menciptakan kenyataan hidupsebuah negara yang adil, secara khususbagi negaranya (AmerikaSerikat).Keadilan adalah tolak ukur masyarakat yang bias menjadi masyarakat yang teratur.Keadilan bagi Rawls tidak saja dipahami dalam defenisi tentang keadilan bahwa memberikankepada orang apa yang menjadihaknya semata.Tetapi keadilan adalah memberikan kepadasetiap orang apa yang menjadi haknya dan tidak ada pandangan bahwa setiap orang itu adalahpribadi-pribadi yang tidak setara dari hekakatnya.Ia melihat semua orang itu setara dan harusmemperlakukannyasebagai tujuan padadirinya sendiri bukan sebagai sarana karena padadasarnya manusia adalah pribadi yang bermoral.Oleh karena manusia sebagai pribadi bermoral maka dalam teori keadilan sebagaifairnessia menolak penilain dari kaum utilitarian yang mengatakan bahwa aspek manfaat adalahdasar untuk mengatakan manusia itu sebagai pribadi bermoral. Dimana mereka memberikanpenekanan tentang manfaat yang menghasilkan kepuasan bersama. Rawls mengatakan bahwapandangan ini adalah sebuah pandangan yang mendominasi pemikiran filsafat tentang keadilan1John Rawls,A Theory Of Justice,(Cambridge, Massachusetts: HarvardUniversity Press, 1971), hlm. 3. separuh abad ini. Rawls menolak konsep ini karena perhatian kaum utilitarian itu mengorbankanhak individu di mana individu itu juga sebagai pribadi moral. Baginya hak lah yang menjadidasar setiap orang untuk dapat mengatakan dirinya sebagai seorang pribadi yang bermoral. Makahak adalah dasar untuk menciptakan keadilan.Sebagai seorang filsuf politik dan moral berkebangsaanAmerika yang memiliki sebuahrealitas hidup masyarakat yang majemuk, alasan Rawls menyampaikanpernyataan ini karenapada prinsipnya bahwa manusia dalam usaha mencapai tujuan hidupnya, manusia tidak bolehmenjadikan orang lain sebagai sarana. Manusia itu adalah subyek yang harus dihormati. Tujuanhidupnya tidak boleh ditentukan oleh orang lain. Makadengan itu pengakuan akan haknyasebagai manusia itu bias menjadi nyata.Dalam menjelaskan konsep keadilan sebagaifairness, Rawls yang sebagaimana adalahseorang tokoh liberal politis, penekanannya akan hak dan kebebasan individu, yang bebas dansetara menjadi konsep dasar keadilannya. Dan tentu saja hal ini tidak dapat dilepaspisahkan daripengaruh pemikiran utilitarianisme dan intuisionisme yang dikatakannya tidak memadai dalammembangun sebuah teori tentang keadilan. Utilitarianisme yang menekankan manfaatdanintuisionisme yang mengandalkan peran intuisi tidak mampu menciptakan kenyataaan hidupmasyarakat yang adil.Dengan menghadapi teori utilitarianisme yang tidak memadai ini Rawls mengajukansebuah konsep keadilan sebagaifairnessyang bercorak distributive dimana yang lebih dikenaldengan keadilan procedural murni.Oleh karena itu dalam penjelasan teorinya ada konsep-konsep penting yang dapatmenghasilkan keadilan sebagaifairness. Seperti posisi asali (TheOriginalPosition) dimana prinsip-prinsippertama keadilan dirumuskan. Karena Keadilan sebagaifairnessadalah keadilanyang bersifat kontrak maka kontrak itu dimulai dalam posisi asali. Posisi asali adalah sebuahkenyataan hipotesis dan bukan kenyataan aktual, sehingga posisi asali adalah sebuahkenyataanyang bersifat ideal karena dalam situasi ini orang-orang melakukan kesepakatan bersama.Kesepakatan itu hanya dilakukan oleh orang-orang bebas, setara dan melakukannya secaraotonom dan dilakukan secara jujur. Sehingga Rawls mengatakan bahwa posisi asali adalahjaminan untuk menciptakan keadilan sebagaifairness.Karena pengakuan pribadi moral yang memiliki otonomi ini, maka ia mengakui bahwaperan rasionalitas sangat penting dalam menjalan kankesepakatan ini.2Namun rasionalitas yangdimaksudkan disini bukan untuk mempertahan kepentingan diri sendiri. Melainkan peranrasionalitas hanya dalam pengetahuan umum. Hak ini hanya bermaksud untuk membangunprinsip-prinsip keadilan.Oleh karena itu dalam prinsip pertama adalah prinsip yang berhubunganuntuk menetapkan kebebasan yang sama bagi setiap orang (sepertidalamhaksosial primer: 1).Kebebasan dasar: berpendapat, hatinurani, berkumpul, integritas pribadi dan politik), 2).Kebebasan bergerak dan memilih profesi. 3). Kuasa dan keuntungan yang berkaitandenganjabatan-jabatan dan profesi. 4). Pendapatan dan hak milik (kekayaan). 5). Dasar-dasarsosial demiharga diri (self-respect) dan prinsip yang kedua adalah prinsip perbedaandan persamaan yangadil atas kesempatan. Dua prinsip ini adalah prinsip dasaryang menjadi patokan dalammenjelaskan konsep keadilan sebagaifairness. Kedua prinsip itu sama-sama dibutuhkan danprinsip yang satu tidak dapat dikorbankan demi prinsip yang lain, dan prinsip pertama selaludidahulukan dari prinsip kedua.2Andre Ata Ujan,Keadilan Dan Demokrasi: TelaahFilsafatPolitik John Rawls, (Yogyakarta: Kanisius,2001), hlm. 59. Sebagaimana posisi asali itu sebagai jaminan untuk membangun prisip-prinsip keadilan,Rawls mengatakan bahwa dibutuhkan keadaan tanpa pengetahuan, sebuah keadaan yangmerepresentasikan pribadi moral, dan sebuah keadaan dari sebuah pilihan strategis yang bertolakdari refleksi konsep keadilan yang seimbang (Reflective Equilibrium) supaya terwujudnyakeadilan sebagaifairness.Yang dimaksudkan dengan keadaan tanpa pengetahuan adalah sebuah keadaan yang tidakmemiliki pengetahuan khusus apapun dari individu yang melakukan kontrak. Maksudnya adalahpihak yang terkait didalamnya itu tidak mengetahui pengetahuan particular seperti tempat dankedudukannya dalam masyarakat, apa yang diuntungkan dalam melakukan pemilihan prinsip,tetapi mengetahui pengetahuan umum dalam artian bahwa pengetahuan umum tentang politik,sosiologi, ekonomi, dasar-dasar organisasi social dan psikologi.Mereka adalah pribadi-pribadi yang bermoral yang memiliki kemampuan rasional danmemiliki tanggung jawab secara moral. Sehingga keputusan yang diambil dalam pemilihanprinsip, mereka melakukan pertimbangan yang dapat memberikan manfaat bagi dirinya dankepentingan semua orang. Itu berarti bahwa pemahaman tentang keadilan itu tidak dipaksakandari luar karena individu yang terkait adalah individu yang indepeden yang memilikikemampuan moral yang sama.Oleh karena itu dalam pemilihan prinsip-prinsip keadilan dengan proses yang telahdilakukan secara adil itu maka itulah keadilan sebagaifairness.Sebuah keadilan yangmengutamakan proses-proses yangfair. Dengan itu keadilan sebagaifairnessdapat dipraktekandalam struktur dasar masyarakat seperti dalam lembaga-lembaga atau institusi yang adil. Dan masyarakat yang dimaksudkan adalah masyarakat yang tertata atau mendekati keadilan, denganmemiliki konstitusi yang adil.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General) |
Divisions: | Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat |
Depositing User: | SH Yakobus Naben |
Date Deposited: | 22 Oct 2021 02:56 |
Last Modified: | 22 Oct 2021 02:56 |
URI: | http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/4445 |
Actions (login required)
View Item |