Konsep Perjuangan Untuk Diakui Dalam Pengakuan Mutual Perspektif Paul Ricoeur Sebagai Solusi Bagi Sistem Politik di Indonesia (Era Reformasi)

TETI, Mario Giovani (2020) Konsep Perjuangan Untuk Diakui Dalam Pengakuan Mutual Perspektif Paul Ricoeur Sebagai Solusi Bagi Sistem Politik di Indonesia (Era Reformasi). Undergraduate thesis, Unika Widya Mandira.

[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (610kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (513kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (466kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (409kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (675kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (445kB)

Abstract

Hidup manusia merupakan suatu dinamika sosial. Sebuah pergerakan real menuju, terarah dalam dimensi waktu yang terbentang antara kelahiran dan kematian. Manusia berhakikat peziarah atau muzafir (Homo Viator) yang berkarakter, sedang membangun di perjalanan. Perkelanaan itu terjadi dalam dunia sebagai arena khas perealisasian jati diri manusia (self-realization). Dalam perkelanaan itu, manusia sedang menata diri. Setiap penataan diri itu, tidak terlepas dari sesuatu yang lain guna mendukung dan mengakui keberadaan yang layak dan pantas mengenai identitas diri seseorang. Lantas, mengenai penataan diri, baik diri individu maupun diri yang kolektif,dalam konteks penataan politik Indonesia, kita telah digegerkan oleh sekumpulan lubang besar akibat tindakan penyimpangan politik yang merusak tatanan politik di Era Reformasi ini. Praktek politik yang berwajah jamak telah menjadi tradisi dalam tubuh institusi politik dan institusi penegak hukum Indonesia. Ketika politik dijadikan sebagai alat untuk menyalurkan kepentingan pribadi, maka segala cara yang paling keji pun pasti dilakukan. Pemandangan yang trend di zaman modern ini adalah proses sistem politik dimobilisasi sedemikian rupa sehingga para pemangku kekuasaan dapat menjadikannya sebagai lahan bisnis yang menghasilkan banyak uang dengan tak perlu menguras keringat. Praktek politik pada era Reformasi telah mengalami pergeseran yang cukup signifikan dari politik yang bertujuan untuk menyalurkan aspirasi masyarakat, mendatangkan keadilan sosial dan bonum communae (kesejahteraan bersama) menuju kepada politik sebagai lahan basah bagi para pemangku kekuasaan dan bagi kaum elit politik dari balik “meja hijau”. Oleh karena itu, melihat ketimpangan politik di Indonesia (Era Reformasi) ini, perlu adanya diskursus tentang pengakuan yang layak dan pantas, sebagai yang ada bersama dalam satu kesatuan tatanan politik. Berbicara tentang pengakuan, yakni pengakuan sebagai perjuangan untuk mengatasi salah pengakuan dan perjuangan untuk diakui oleh yang lain, seorang filsuf kontemporer Paul Ricoeur menggetarkan daya intelektual dalam kesadaran manusia bahwa telah ada makna baru tentang Diskursus Pengakuan. Mengenai hal ini, Ricoeur pernah mengatakan bahwa, “to recognize as, as having such and such quality” (Diakui sebagai, memiliki kualitas ini dan itu). Dengan demikian, untuk mengatasi tindakan salah mengakui yang lain, hanya dengan term pengakuan mutual, apa yang seharusnya diakui, dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dalam tindakan praktis. Tema ini dibahas dalam karya terakhirnya The Course Of Recognition. Diskursus tentang pengakuan merupakan wacana aktual yang mengalami sorotan paling signifikan di era kontemporer. Paul Ricoeur dalam tulisannya, pertama, ia membuat dua term verba secara filosofis yakni mengidentifikasi dan mendistingsi. Indentifikasi diri dan membuat pembedaan ialah bentuk untuk tidak salah mengenal diri sendiri dan tidak salah mengenal yang lain. Blaise Pascal pernah mengatakan bahwa, “The essence of any mistake consists in not knowing”. Esensi dari suatu kesalahan (mengakui) adalah ketidaktahuan. Jika ada seseorang yang mengetahui dan mengakui sesuatu identik dengan dirinya dengan serentak ia membuat pembedaan sesuatu itu dengan yang lain. Sebagai pemahaman bahwa pengakuan berarti mengidentifikasi lewat proses pembedaan. “Mengidentifikasi berarti membedakan”. Pemahaman akan hal ini ialah sebagai rujukan menuju objek pengakuan yang menempatkan individu dalam konteks nilai bersama yang dimaknai secara kolektif. Oleh karena itu, Ricoeur menganggap perlu untuk mengawali diskursusnya mengenai pengakuan sebagai indentifikasi. Paul Ricoeur melanjutkan konsepnya pada bagian yang kedua dengan membuat transisi dari pengakuan sebagai indentifikasi sampai pada tindakan mengakui diri sendiri (se reconnaitre soi-meme) secara lebih khusus. Ia mempunyai tujuan untuk mengafirmasi diri lewat tindakan tanggung jawab. Konsep diri dalam arti diri sebagai individu dan diri kolektif. Dua term ini adalah prakondisi bagi pemahaman tentang identitas diri. Ricoeur memulai pencarian tentang identitas diri ini dengan menelusuri dari perspektif filsafat praktis atau filsafat tindakan. Dengan demikian, kodrat alamiah berkata bahwa setiap orang ingin diakui karena memiliki kapasitas atau kesanggupan untuk mengakui tanggung jawabnya. Ketiga, Ricoeur berbicara tentang pengakuan mutual (mutual recognition). Pengakuan yang bersifat timbal balik dalam suatu bentuk terang relasi yang asimetris. Tema ketiga ini memberi penegasan tentang, “all subtances, in so far as they can be preceived to coexist in space, are in thoroughgoing reciprocity”. Semua subtansi dapat saling menerima untuk hidup berdampingan dalam hubungan timbal balik yang bersifat komprehensif. Perlu dilihat bersama di sini, bahwa secara komprehensif (keseluruhan) Ricoeur membangun diskursusnya tentang pengakuan dengan menggunakan kerangka teori hermeneutika seperti halnya ia lakukan dalam tulisan-tulisan sebelumnya. Pusat pemikirannya ada pada dialektika antara diri yang reflektif dan alteritas. Dari ketiga alur pengakuan ini, hingga pada konsep finalnya pengakuan mutual, adalah suatu refleksi tentang perjuangan untuk diakui oleh yang lain, Paul Ricoeur menyebutnya dengan Jalan-Jalan Pengakuan. Sebagai penutup, perlu diketahui bersama bahwa dalam perjuangan untuk diakui, Ricoeur memisahkan apa yang menjadi milikmu dan apa yang menjadi milikku dengan tujuan membatasi kebebasan manusia individual. Gagasan jarak keadilan (just distance) ditemukan lagi di sini. Dengan pemahaman demikian, cita-cita dari perjuangan untuk diakui dalam pengkuan mutual dapat menjadi sumbangsi positif bagi sistem politik di Indonesia pada Era Reformasi.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
B Philosophy. Psychology. Religion > BR Christianity
B Philosophy. Psychology. Religion > BV Practical Theology > BV1460 Religious Education
Divisions: Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat
Depositing User: S.KM Ustyn Ceme
Date Deposited: 12 Nov 2021 04:27
Last Modified: 12 Nov 2021 04:27
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/4607

Actions (login required)

View Item View Item