NAHAK, MARIO REDEMPTUS (2020) Kritik Aloysius Pieris Atas Spiritualitas Dan Inkulturasi Dan Tanggapan Gereja Atas Kritik Aloysius Pieris. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.
Text
ABSTRAKSI.pdf Download (827kB) |
|
Text
BAB I.pdf Download (417kB) |
|
Text
BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (527kB) |
|
Text
BAB III.pdf Restricted to Repository staff only Download (524kB) |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Repository staff only Download (472kB) |
|
Text
BAB V.pdf Download (535kB) |
Abstract
Aloysius Pieris menyadari realitas “konteks Asia” secara baru. Realitas konteks Asia yang menonjolkan pertautan antara kemiskinan dan religiositas Asia menjadi suatu paradigma tersendiri bagi wacana refleksi teologis Pieris. Bagi Pieris, dalam konteks Asia yang demikian, iman akan Yesus Kristus dihadapkan pada pengalaman konkret akan penghayatan kehidupan religius dari masyarakat Asia, yang lekat dengan kemiskinannya, yang juga memiliki dimensi liberatif (tidak hanya secara rohani melainkan juga dalam aspek ekonomi, sosial dan politis). Pengalaman mistik akan Yesus Kristus menemukan mitra yang sejajar, yang secara timbal balik saling memperkaya, dalam pengalaman rohani dan religiositas non-Kristen Asia. Perjumpaan dengan Buddhisme menjadi inspirasi bagi Pieris untuk merefleksikan imannya akan Yesus Kristus secara baru. Pieris mengeritik spiritualitas dan inkulturasi di dalam Gereja Katolik. Untuk memahami teologi Asia berarti harus terus merefleksikan pertautan antara kemiskinan dan kereligiusan dalam pergumulan hidup bangsa Asia. Pembaptisan di Yordan dan Kalvari menjadi spiritualitas Yesus. Spiritualitas ini merupakan bentuk keterlibatan Yesus dalam kehidupan orang-orang miskin sekaligus merupakan suatu bentuk penolakan terhadap mammon yang membelenggu untuk menjadi saingan Allah. Dewasa ini salah satu sumber kegagalan orang Kristen dalam mewartakan Injil di Asia adalah bahwa Gereja-Gereja masih bersekutu dengan mammon, dan penolakan Gereja untuk masuk ke dalam soteriologi non-kristiani. Untuk itu, Gereja harus berani mengkritik dirinya sendiri dan dengan rendah hati bertobat untuk menerima pembenaman pembaptisan dalam realitas Asia yang ditandai oleh kemiskinan dan religiositas,di mana kereligiusan kaum miskin dan kemiskinan rakyat Asia bersama-sama membentuk konteks Asia. Pieris menegaskan bahwa adalah sebuah kesesatan eklesiologis jika mengatakan bahwa suatu gereja diinkulturasikan di Asia kalau para uskup kulit putih sudah diganti dengan yang berkulit hitam, cokelat, atau kuning (para klerus bumiputera atau pribumi). Inkulturasi bukan soal mengganti bungkus atau mengganti rumus. Inkulturasi adalah sesuatu yang terjadi secara alamiah dan tidak pernah dihasilkan secara artifisial. Inkulturasi merupakan hasil keterlibatan dengan umat, lebih dari pada target penyadaran suatu program aksi, karena umatlah yang menciptakan kebudayaan. Dari kebudayaan yang mereka ciptakan sendiri itulah akhirnya mereka memahami dan mengungkapkan iman kristiani mereka. Orang-orang miskin menjadi medan utama dalam inkulturasi Gereja, sebab lewat kemiskinan, Gereja memperoleh sebuah inkulturasi yang benar. Dalam dan melalui inkulturasi yang benar, Gereja dibebaskan dari kuasa mammon dan oleh karena itu harus terdiri dari kaum miskin yakni miskin karena pilihannya dan miskin karena keadaannya.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General) B Philosophy. Psychology. Religion > BC Logic B Philosophy. Psychology. Religion > BL Religion B Philosophy. Psychology. Religion > BS The Bible B Philosophy. Psychology. Religion > BT Doctrinal Theology |
Divisions: | Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat |
Depositing User: | SH Yakobus Naben |
Date Deposited: | 30 Nov 2021 03:29 |
Last Modified: | 30 Nov 2021 03:29 |
URI: | http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/4651 |
Actions (login required)
View Item |