MAU, Rones Magalhaes (2019) Konsep Totem Dan Tabu Perspektif Sigmund Freud Dan Hubungannya Dengan Hati Nurani Kristiani. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira.
Text
ABSTRAKSI.pdf Download (276kB) |
|
Text
BAB 1.pdf Download (181kB) |
|
Text
BAB 2.pdf Restricted to Repository staff only Download (311kB) |
|
Text
BAB 3.pdf Restricted to Repository staff only Download (215kB) |
|
Text
BAB 4.pdf Restricted to Repository staff only Download (282kB) |
|
Text
BAB 5.pdf Download (155kB) |
Abstract
Dalam kebudayaan primitif beberapa suku di Australia, Amerika, dan Afrika, meyakini totem sebagai yang keramat dan merupakan leluhur mereka. Pembunuhan binatang totem merupakan suatu larangan keras karena totem dianggap sebagai binatang sakral yang tidak boleh dibunuh atau dimakan. Sistem totemisme ini sering disertai dengan “eksogami” yakni suatu aturan yang mengijinkan anggota suku untuk menikahi wanita-wanita dari luar sukunya. Dalam arti bahwa perkawinan dengan sesama anggota suku (endogami) dilarang keras. Para ahli antropologi budaya menarik kesimpulan bahwa totemisme itu merupakan suatu fase atau pra-fase dalam tiap-tiap kebudayaan. Tetapi para ahli tersebut tidak sepakat tentang asal-usul sistem totemisme itu. Banyak teori dikemukakan, tetapi tidak satu pun seratus persen memadai. Persoalan antropologi budaya ini, menarik minat Freud untuk mengkajinya. Lalu Freud pun bertanya apakah psikoanalisis dapat membawa terang dalam kegelapan ini.1 Akhirnya minatnya tersebut ia tuangkan dalam karyanya Totem dan Tabu. Karya tersebut bukanlah sebuah buku etnologi melainkan suatu psikologi kelompok dan analisis ego, sebuah buku tentang psikologi sosial, ataupun sejarah dari Oedipus kompleks yakni sebuah bagian tentang psikologi anak. Tulisan Totem dan Tabu merupakan suatu bagian dari psikoanalisis.2 Freud menginterpretasi bahwa persoalan totem dan tabu berupa larangan-larangan yang ada dalam kehidupan masyarakat primitif disamakan dengan persoalan Oedipus Kompleks yang dialami oleh anak-anak dan juga penyakit neurosis kompulsif yang diderita oleh pasien-pasiennya. Freud menegaskan bahwa pembunuhan terhadap binatang totem merupakan suatu sikap ambivalen yang disamakan dengan Oedipus kompleks yang dialami oleh anak-anak. Pada anak-anak yang dihinggapi fobia terhadap binatang-binatang, kita dapat menyaksikan tingkah laku anak-anak tersebut mirip dengan totemisme orang-orang primitif. Tingkah laku anak itu dapat dianggap sebagai semacam regresi kepada totemisme. Binatang yang menimbulkan ketakutan pada si anak semacam substitusi bagi ayah yang mengancam dalam situasi Kompleks Oedipus. Oleh Karena itu, Freud menegaskan bahwa pembunuhan terhadap ayah sebagai suatu fenomena Totemisme dan karena itu menjadi titik tolak lahirnya agama-agama. Ketika ia membunuh ayahnya, ia merasa bersalah karena selain benci terhadap ayahnya ia juga mencintai dan mengagumi ayahnya. Perasaan bersalah ini akan melahirkan kecemasan yang berlebihan. Dan dengan demikian, tragedi pembunuhan ini tidak boleh dilakukan lagi dan dalam masyarakat primitif, terekspresikan melalui penghormatan terhadap binatang totem. Pandangan tentang totem dan tabu oleh Freud disebut perintah dari hati nurani. Konsep hati nurani Freud tidak terlepas dari pandangannya tentang superego yang menurutnya adalah salah satu bagian dari struktur kepribadian manusia. Superego menyatakan diri dalam laranganlarangan maupun norma-norma yang telah dibatinkan. Superego tidak mempunyai norma-norma asli sendiri melainkan hanya menyuarakan norma-norma dari lingkungan sosial.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General) B Philosophy. Psychology. Religion > BR Christianity B Philosophy. Psychology. Religion > BS The Bible |
Divisions: | Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat |
Depositing User: | S.Pd Rhysto Kila |
Date Deposited: | 28 Oct 2021 01:05 |
Last Modified: | 28 Oct 2021 01:05 |
URI: | http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/5304 |
Actions (login required)
View Item |