Etika Sosial Manusia Dan Kontribusinya Pada Rekonsiliasi Politik Sebuah Studi Atas Pemikiran Politik Hannah Arendt

NALA, Febrianus (2022) Etika Sosial Manusia Dan Kontribusinya Pada Rekonsiliasi Politik Sebuah Studi Atas Pemikiran Politik Hannah Arendt. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (509kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (309kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (572kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (596kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (476kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (513kB)

Abstract

Harus diakui, politik merupakan sesuatu yang kompleks. Kompleksitas politik disebabkan oleh dua hal berikut: pertama, ruang lingkup politik meliputi jaringan hubungan antara orang perorangan, kelompok, organisasi, lembaga, dan bangsa-bangsa, yang tidak sederhana dan statis tetapi selalu berubah dan berkembang selaras dengan meningkatnya aktivitas-aktivitas dan juga perubahan yang terjadi di sekitarnya. Dalam politik relasi-relasi selalu ditandai oleh kepentingan tertentu dan karena itu selalu berubah setiap saat. Kedua, politik terkait dengan begitu banyak aspek atau faktor lain seperti moralitas, sosial, ekonomi dan budaya. Politik selalu mengandaikan pluralitas orang yang bertindak dan berbicara bersama. Sekalipun term dunia dan politik digunakan dalam pengertian yang sama, tetapi Arendt lebih sering menggunakan term dunia karena perhatiannya yang besar terhadap apa yang terjadi dalam dunia. Pemikiran politik Hannah Arendt bertolak dari ‘thought of fragment’s, pemikiran atas fragmen-fragmen atau peristiwa-peristiwa aktual yang terjadi dimasa lampau. Seperti seorang penyelam mutiara yang menyelam ke kedalaman laut untuk melepaskan mutiara dari batu karang dan membawa mutiara ke permukaan, Arendt pun mendalami Masa lampau dan membawa ke dunia politik kontemporer apa yang hidup atau apa yang bertahan hidup dalam sebuah bentuk yang baru. Arendt menulis: Peristiwa-peristiwa, masa lalu ataupun masa sekarang adalah benar, dan guru yang dapat dipercayai karena mereka adalah sumber informasi utama bagi orang yang terlibat dalam politik. Hal ini menunjukan dengan jelas bahwa Arendt menekankan pentingnya memperhatikan aktualitas dari peristiwa yang menampakan diri kepada kita karena keyakinan bahwa ada sesuatu yang baru dalam setiap peristiwa yang terjadi dalam dunia ini. Banyak negara di dunia ini terpecah belah karena adanya pengalaman akan kolonialisasi, perang antar-etnis, kejahatan melawan kemanusiaan seperti tragedi Holocaust dan ethnic cleansing, dan sejarah panjang eksklusif dan diskriminasi melawan kelompok-kelompok minoritas karena etnisitas, agama dan ideologi mereka. Mengutip Kant, Arendt menyebut kejahatan rezim Hitler itu dengan kejahatan radikal (radical evil) karena kodrat kejahatan tersebut tidak diketahui oleh masyarakat umum tetapi menghancurkan segala sesuatu yang ada dalam dunia, termasuk manusia. Kehancuran dunia inilah yang disebut Arendt dengan worldlessness, sebuah kondisi dimana dunia kehilangan maknanya sebagai sebuah ruang publik penampakan individu-individu yang distingtif dan bebas. Orang-orang yang terlibat banalitas kejahatan tidak memiliki kesadaran dan hati nurani, sehingga sebagai seorang individu, mereka tidak pernah melakukan pengujian dalam dirinya. Menurut Arendt, kekerasan tidak terpisahkan dari sikap modernitas. Menurutnya pada saat manusia moderen berada dalam kesepian akibat atomisasi yang ditimbulkan oleh modernitas, lalu muncul kekuasaan yang menawarkan ideologi. Dengan menelaah ideologi yang diterapkan oleh penguasa totaliter sebagaimana yang dilakukan Arendt, dapat dilihat bahwa ideologi yang berlaku pada tipe kekuasaan seperti itu adalah ideologi tertutup, yang tidak memberi ruang bagi argumentasi kritis dan menolak perbedaan. Ideologi tertutup dirancang melalui mekanisme propaganda dan terror. Teror merupakan instrumen yang tidak tertandingi, mengandung unsur kekerasan yang sangat besar. Teror juga sebuah pelaksana hukum gerakan yang tujuan akhirnya bukan kemakmuran manusia atau kepentingan satu orang tetapi rekayasa manusia, menyingkirkan “individu tak berguna” demi kepentingan spesies manusia unggul, mengorbankan “bagian” demi kepentingan “keseluruhan”. Propaganda dan teror mengakibatkan hilangnya spontanitas pada diri manusia. Manusia hanyalah benda yang bergerak, kemampuan imajinatifnya telah mati. Manusia seperti ini tidak punya kesadaran dan mengalami ketumpulan atau penyimpangan nurani. Berhadapan dengan persoalan-persoalan ini, pada tahun-tahun terakhir rekonsiliasi, sebuah term yang kental dengan moralitas dan religius, telah digunakan secara luas sebagai sarana politik untuk mengatasi beban sejarah dan perpecahan masyarakat. Pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi sejak tahun 1974, yang mana hasilnya ialah undang-undang kesatuan dan rekonsiliasi nasional yang diumumkan pada tanggal 26 Juli 1995 merupakan bukti nyata dari upaya politik untuk mempromosikan rekonsiliasi.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
Divisions: Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat
Depositing User: S.Fil Febrianus Nala
Date Deposited: 18 Jul 2022 23:48
Last Modified: 18 Jul 2022 23:48
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/7263

Actions (login required)

View Item View Item