CARLOS, Roberto (2022) Pandangan Max Scheler Tentang Simpati Dan Cinta Sebagai Upaya Melawan Egosentrisme. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.
Text
ABSTRAK.pdf Download (537kB) |
|
Text
BAB I.pdf Download (417kB) |
|
Text
BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (322kB) |
|
Text
BAB III.pdf Restricted to Repository staff only Download (450kB) |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Repository staff only Download (503kB) |
|
Text
BAB V.pdf Download (316kB) |
Abstract
No man can live as an island. Tidak ada manusia yang dapat hidup sendirian di dunia ini. Scheler mengatakan bahwa man is a personal being who isn’t alone in this world. Sebab selain sebagai makhluk personal, manusia juga adalah makhluk sosial yang selalu ada dan berkembang serta berelasi bersama dengan individu yang lain. Dalam relasi dengan pribadi yang lain atau relasi interpersonal, Scheler mengatakan bahwa adalah harus bagi seseorang untuk hadir sebagai persona yang unik dengan nilai-nilai yang unik yang melekat dalam dirinya. Selain itu, dalam relasi interpersonal, seorang pribadi tidak boleh direduksi menjadi semacam barang atau objek yang dapat diperlakukan semaunya oleh yang lain, melainkan seorang pribadi itu harus dihargai dan dihormati. Dalam realitas sosial, keidealan dari relasi interpersonal ini agaknya belum terlalu dihayati dan dihidupi oleh kebanyakan orang. Realitas-realitas sosial seperti ketidakadilan, ketimpangan sosial, human trafficking, diskriminasi dan masalah-masalah sosial lainnya kiranya dapat menjadi bukti bahwa penghargaan dan penghormatan terhadap pribadi manusia masih jauh dari yang diharapkan. Penyebab dari semuanya itu, tidak lain dan tidak bukan ialah akibat belengggu egosentrisme. Paham bahwa saya sebagai pusat dari segalanya dan dapat memperlakukan yang lain seolah-olah seperti barang dan objek sejauh saya bisa, sebagaimana yang diungkapkan oleh Max Stirner, menjadikan semua keharusan itu hanya tinggal harapan saja. Keharusan bahwa harus ada penghargaan dan penghormatan dari pribadi yang satu terhadap pribadi yang lain kini tinggal harapan bagi para korban ketidakadilan maupun bagi para pejuang kemanusiaan. Pola pikir solipsis, tindakan egoistis dan hasrat auto-erotisme sering menghambat banyak orang untuk menghargai pribadi yang lain sebagai nilai yang patut dicintai. Bagi Scheler, untuk keluar dari kungkungan egosentrisme yang menutup diri seseorang terhadap pribadi yang lain seseorang harus mampu untuk tiba pada simpati dan cinta. Sebab melalui simpati seseorang dimampukan untuk membangun relasi dengan yang lain. Melalui simpati seseorang tidak hanya tinggal diam di dalam dirinya melainkan dapat berelasi dengan orang lain dan membagi rasa dengan yang lain. Simpati juga dapat mengurangi penderitaan orang lain di saat rasa penderitaan itu dibagi dengan sesama yang lain. Simpati dalam arti yang paling dalam adalah aktualisasi dari kehidupan bersama, dimana yang satu mampu berbagi dengan yang lainnya dalam kebersamaan. Dan dalam relasi dengan yang lain, manusia seutuhnya hadir secara pribadi bagi yang lain. Singkatnya, melalui simpati seseorang kemudian dibawa kepada keterbukaan. Bahwa selain dirinya, ada juga pribadi yang lain di dunia ini. Ia memerlukan pribadi yang lain untuk hidup berdampingan di dunia ini. Akan tetapi, agaknya tidak mungkin bahwa hanya dengan simpati seseorang dapat menerobos delusi metafisik egosentrisme. Untuk itu Scheler menambahkan lagi cinta. Menurutnya simpati adalah tindakan metafisik dan lebih lagi sebagai perasaan, untuk itu simpati membutuhkan cinta yang juga merupakan tindakan metafisik tetapi pada waktu yang sama adalah tindakan konkret. Cinta adalah suatu tindakan emosional yang mengungkapkan seseorang secara konkret, yaitu sebagai pribadi yang hidup atau eksis. Simpati mengurangi kesedihan dan meningkatkan kegembiraan, dan cinta mengarahkan dirinya pada keberadaan orang lain yang tertinggi dan sepenuhnya. Dengan demikian, apabila simpati dan cinta bersatu tidaklah mungkin ada ruang bagi egosentrisme untuk merongrong keharmonisan hidup bersama. Simpati membawa seseorang untuk terbuka kepada yang lain mengenai apa yang sedang dirasakan dan cinta membawa yang lain untuk terbuka pada level yang lebih tinggi yakni pada tindakan konkret. Melalui simpati orang terbuka kepada sesama yang lain, dan mampu turut merasakan perasaan orang lain. Melalui cinta rasa itu diwujudkan dalam tindakan konkret yakni kehadiran. Mencintai bukanlah suatu peristiwa dalam ruang hampa atau kosong melainkan mencintai merupakan sebuah kehadiran konkret.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Simpati, Cinta, Egosentrisme, Keterbukaan dan Kedekatan |
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General) |
Divisions: | Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat |
Depositing User: | S.Fil Roberto Carlos |
Date Deposited: | 01 Aug 2022 03:03 |
Last Modified: | 01 Aug 2022 03:03 |
URI: | http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/7500 |
Actions (login required)
View Item |