Persamaan Hak Dan Kewajiban Suami-Istri Demi Kesejahteraan Keluarga Katolik Dalam Terang Kanon 1135 Kitab Hukum Kanonik 1983

RUU, Edwin Primus (2017) Persamaan Hak Dan Kewajiban Suami-Istri Demi Kesejahteraan Keluarga Katolik Dalam Terang Kanon 1135 Kitab Hukum Kanonik 1983. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira.

[img] Text
ABSTRAKSI SIAP BAKAR.pdf

Download (370kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (244kB)
[img] Text
BAB II PANDANGAN UMUM TENTANG PERSAMAAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM PERKAWINAN KATOLIK.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (309kB)
[img] Text
BAB III SUAMI ISTRI DALAM HIDUP BERKELUARGA.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (321kB)
[img] Text
BAB IV PERSAMAAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (436kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (229kB)

Abstract

Keluarga merupakan sebuah institusi resmi yang diterima oleh masyarakat luas. Dalam institusi ini diakui suatu ikatan perkawinan. Perkawinan pada dasarnya adalah suatu usaha menuju suatu kesatuan, dan dalam usaha memupuk serta mengembangkan kesatuan itulah manusia dapat mengalami kebahagiaan. 1 Pencapaian kebahagiaan dalam keluarga itu dilandasi oleh gaya hidup dan rasa keteraturan yang dibangun berdasarkan nilai-nilai. Nilai-nilai dalam lingkup Katolik dikenal sebagai nilai-nilai Kristiani. Nilai-nilai ini dibangun demi terciptanya keharmonisan dan kebahagiaan dalam keluarga, maka keluarga adalah wadah yang memproduksi serta memperkenalkan nilai-nilai itu bagi anggota-anggotanya. Nilai-nilai Kristiani inilah yang menghantar keluarga Katolik pada suatu pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan. 2 Bapak-bapak Konsili Vatikan II melihat perkawinan sebagai “persekutuan hidup dan kasih suami-istri yang mesra, yang diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukumNya, dibangun oleh janji pernikahan dan persekutuan pribadi yang tak dapat ditarik kembali” (GS 48). Konsili juga menekankan bahwa perkawinan bersifat pribadi dan berarti “saling menyerahkan diri dan saling menerima antara suami dan istri. 3Dan di dalam perkawinan, suami istri menjalin hubungan seksual yang bertujuan untuk menghasilkan keturunan dan pendidikan anak serta saling menolong dan melengkapi satu sama lain. Jelas terlihat bahwa nilai dan martabat perkawinan sangatlah tinggi, dan karena Itu Gereja mengukuhkan perkawinan juga dalam Kitab Hukum Kanonik Tahun 1983: perkawinan adalah perjanjian (foedus), dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan seluruh hidup yang menurut ciri kodratinya terarah kepada kesejahteraan suami istri serta kelahiran dan pendidikan anak, Prkwinan antara orang-orang yang dibabtis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen. 4 Dalam dunia modern telah dan sedang disaksikan persoalan-persoalan yang mendesak, yang menggoncangkan kehidupan keluarga Katolik. Oleh sebab itu perlu adanya sikap selektif bagi anggota keluarga terhadap segala pandangan yang menyudutkan hidup perkawinan dan keluarga. Pola keluarga yang paternalistik harus beralih kepada pola keluarga kecil yang berdasarkan kedudukan sederajat antara suami dan istri (partnership) dan dengan demikian persamaan hak dan kewajiban suami istri merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan. Setiap anggota keluarga dituntut untuk menaruh perhatian dan tanggung jawab atas dasar iman akan Tuhan sebagai dasar untuk membangun keluarga. Dasar iman ini diwujudkan dalam sikap menghormati dan menghargai di antara setiap anggota keluarga. Setiap anggota keluarga memiliki hak dan kewajiban untuk membangun dan mengembangkan keluarga menuju keluarga yang sejahtera sebagaimana yang ditekankan Paus Yohanes Paulus II bahwa semua dan setiap orang Katolik pada hakekatnya dipanggil untuk menjadi saksi Kristus dalam keluarga sendiri, di lingkungan masyarakat, bangsa dan negara. Pada umumnya etnik-etnik bangsa di Indonesia menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak ayah. Selanjutnya disingkat KHK 1983 Kan, diikuti nomor kanonnya. Setiap orang merupakan keturunan dari ayah masuk dalam kekerabatan ayah. Sistem kekerabatan patrilineal juga yang mempengaruhi pola pengaturan atau pembagian kekuasaan. Sistem kekerabatan patrilineal melahirkan pola budaya yang mengkondisikan kaum laki-laki sebagai penguasa dalam segala hal yang dikenal sebagai budaya patriarkat. 5 Berdasarkan kenyataan itu dapat dikatakan bahwa masyarakat budaya Indonesia sangat patriarki, sebab kaum laki-laki adalah penguasa penuh dalam keluarga atau pun masyarakat, sementara kaum perempuan dianggap sebagai kaum marginal yang hanya sedikit dihargai, dalam kapasitasnya sebagai penerus keturunan dalam hubungan dengan fungsi reproduksi. 6 Dalam struktur masyarakat tradisional, perempuan dianggap dan ditempatkan sebagai kaum lemah yang mudah dikuasai laki-laki. Mereka sepanjang hari harus bekerja di ladang, berjalan jauh mengumpulkan kayu bakar dan mengangkat segala perabotan dapur di kepala serta menggendong anak kemudian berjalan di belakang lakilaki yang melangkah dengan perkasa di depan tanpa beban kecuali sebilah senjata tajam yang mematikan untuk mempertahankan dan menguasai perempuannya. 7 Hal ini menunjukkan bahwa eksistensi kaum perempuan sangat diabaikan dan hanya menjadi pelayan bagi kaum laki-laki. Perempuan yang hidup di bawah budaya patriarki tidak memiliki kekuasaan apapun serta tidak memiliki hak suara dalam pertemuan-pertemuan. Kaum perempuan tidak diperhitungkan untuk menentukan kebijakan-kebijakan tertentu. Tempat seorang perempuan dalam situasi ini adalah dapur sebagai pelayan yang harus mengutamakan kepentingan suaminya dan tamu-tamunya. 8 Kalaupun di masa lampau ada seorang perempuan menjadi seorang pemimpin, sifatnya hanya sebuah kebetulan saja. Posisi itu merupakan sebuah warisan dari Orangtua yang disebabkan karena ketiadaan anak laki-laki, tetapi bukan didasarkan pada usaha sendiri. Munculnya gagasan pemberdayaan peran kaum perempuan di segala sektor publik dilatari oleh realitas penindasan harkat dan martabat perempuan. Salah satu promotor dalam memperjuangkan hak dan kesetaraan kaum perempuan adalah para penganut sistem matrilineal. Emansipasi wanita atau feminisme sebagai perjuangan kaum perempuan untuk meredam budaya patriarkat merupakan sebuah kesadaran baru. Kaum Perempuan pun dapat menjadi pewaris kekayaan. Oleh sebab itu, emansipasi atau perjuangan kaum perempuan untuk menuntut kesetaraan dalam berbagai bidang kehidupan merupakan bentuk kesadaran baru dalam berbudaya. Setiap anggota keluarga dituntut untuk menaruh perhatian dan tanggung jawab atas dasar iman akan Tuhan sebagai dasar untuk membangun keluarga. Dasar iman ini diwujudkan dalam sikap menghormati dan menghargai di antara setiap anggota keluarga. Setiap anggota keluarga memiliki hak dan kewajiban untuk membangun dan mengembangkan keluarga menuju keluarga yang sejahtera sebagaimana yang ditekankan Paus Yohanes Paulus II bahwa semua dan setiap orang Katolik pada hakekatnya dipanggil untuk menjadi saksi Kristus dalam keluarga sendiri, di lingkungan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam Gereja Katolik, persamaan hak dan kewajiban dibicarakan dalam Kitabn Hukum Kanonik. Kanon Kitab Hukum Kanonik menegaskan bahwa kedua suami-istri memiliki kewajiban dan hak yang sama mengenai hal-hal yang menyangkut persekutuan perkawinan dengan satu tujuan utama yakni kesejahteraan keluarga. Berdasarkan pokok pikiran di atas, maka penulis berusaha untuk mengkaji secara kepustakaan setiap pokok pikiran tersebut dengan mengupayakan satu tulisan ilmiah dengan judul: ”PERSAMAAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DEMI KESEJAHTERAAN KELUARGA KATOLIK DALAM TERANG HUKUM KANON 1135 KITAB HUKUM KANONIK 1983. Pada akhirnya setiap anggota keluarga dituntut untuk menaruh perhatian dan tanggung jawab atas dasar iman akan Tuhan sebagai dasar untuk membangun keluarga. Dasar iman ini diwujudkan dalam sikap menghormati dan menghargai di antara setiap anggota keluarga. Setiap anggota keluarga memiliki hak dan kewajiban untuk membangun dan mengembangkan keluarga menuju keluarga yang sejahtera sebagaimana yang ditekankan Paus Yohanes Paulus II bahwa semua dan setiap orang Katolik pada hakekatnya dipanggil untuk menjadi saksi Kristus dalam keluarga sendiri, di lingkungan masyarakat, bangsa dan negara.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
B Philosophy. Psychology. Religion > BS The Bible
B Philosophy. Psychology. Religion > BV Practical Theology > BV1460 Religious Education
Divisions: Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat
Depositing User: S.Fil Lake Primus Sani
Date Deposited: 08 Sep 2022 07:40
Last Modified: 08 Sep 2022 07:40
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/8595

Actions (login required)

View Item View Item