Nilai Sosial Ritus Woku Nopo Api Masyarakat Desa Tendarea Kecamatan Nangapanda

BHONGU, Stefanus Bhaa (2022) Nilai Sosial Ritus Woku Nopo Api Masyarakat Desa Tendarea Kecamatan Nangapanda. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (901kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (304kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (254kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (323kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (163kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (564kB)

Abstract

Kebudayaan telah dilihat sebuah warisan luhur yang harus diteruskan dan dihidupi oleh generasi muda, terutama ketika berhadapan dengan benturan modernitas dan masuknya unsur-unsur budaya baru yang datang dari luar kebudayaan. Dentuman globalisasi mau tidakmau menggiring kebudayaan dengan muatan pendukungnya untuk berdialog dengan kebudayaan lain. Permasalahan yang muncul dalam kerangka pertemuan antara kebudayaan tersebut adalah bagaimana upaya mempertahankan jati diri budaya asli dan mencerna pengaruh asing secara kreatif. Identitas kultural sebagai suatu kebudayaan lazimnya terbentuk dalam proses sejarah yang panjang (dinamis). Kebudayaan-kebudayaan, dalam berbagai periode terbentuk sebagai hasil proses adaptasi manusia dengan lingkungan geografis sekitarnya. Selain itu kebudayaan-kebudayaan juga terbentuk karena manusia-manusia penduduknya menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan biologis organisme manusia. Alasan dasar dinamika kebudayaan diperlihatkan oleh fakta bahwa manusia terpanggil untuk menemukan dan meninggikan serta berupaya untuk meneruskan setiap nilai yang terkandung dalam warisan luhur kebudayaan aslinya. Perbedaaan agama, etnis, suku,bahasa, dan budaya, harus dilihat sebagai kekuatan dinamis dalam memanfaatkan setiap kesempatan untuk berkembang. Patut disayangkan bahwa dewasa ini kebanyakan generasi muda telah terlempar dari akar budayanya. Sejak kecil anak-anak itu tidak dibiasakan dengan berbagai warisan budaya dimana mereka lahir dan berada dalam dunia modern yang semakin maju bahkan dalam masalah yang paling sederhana sekalipun misalnya dalam soal bahasa. Dewasa ini, anak-anak sulit dan tidak sanggup lagi mengekspresikan diri secara bebas dalam berbahasa daerah. Berbahasa daerah saja mereka merasa sulit, apalagi diajak untuk menulusuri kedalaman nilai dan makna dari kebudayaannya sendiri. Kenyataan seperti ini merupakan tantangan sekaligus harapan bagi kaum muda untuk tidak mudah tenggelam dalam arus perubahan zaman agar nilai-nilai budaya yang telah dirajut sejak dahulu kala tetap terjalin dan dihidupi serta dijadikan pedoman dan arah hidup bermasyarakat. Kaum muda harus berjalan seiring arus zaman tanpa harus terlepas dari akar budayanya. Menentang arus budaya adalah tindakan yang konyol dan tercabut dari akar budaya berarti sebuah kematian. Pencarian makna dari setiap unsur kebudayaan menjadi penting karena dewasa ini tak seorang pun mempertanyakan perluhnya kebudayaan dan pengembangannya dalam hidup bermasyarakat. Bahkan konsep kebudayaan yang sangat majemuk, seperti kemajuan dan modernitas mampu membawa problem. Kemajemukan ini tak jarang memicu salah paham atau sering kali kemejemukan diperluas atas nama kebudayaan kepada penyangkalannya, yaitu anti kebudayaan. Dan menjadi titik tolak pemaknaan dan pengembangan kebudayaan adalah manusia itu sendiri. Makna dan tujuan kebudayaan adalah manusia, yakni pengembangan manusia dalam segala matranya sebagai pribadi yang utuh. Manusia adalah subjek dan pencipta kebudayaan. Dalam proses penciptaan kebudayaan itu ia menjadi penyebab bebas dan otonom. Kebudayaan adalah karya dari manusia dan untuk manusia. Bila manusia menjadi tujuan dan makna kebudayaan maka nilai-nilai yang khas bagi manusia seperti kebenaran dan kebaikan serta keindahan dan kekudusan menjadi dasar terpenting. Bila nilai-nilai diabaikan, maka kebudayaan dengan sendirinya akan merosot. Karena itu dituntut sikap hormat terhadap nilai-nilai universal yang sedang hidup dan norma-norma hidup sehari-hari. Setiap daerah atau suku bangsa memiliki kebudayaannya sendiri. Suku-suku di Indonesia memiliki aneka ragam bentuk kebudayaan dan memiliki kekhasan kebudayaan tersendiri, dan setiap kekhasan itu memiliki keunikannya tersendiri. Belum lagi bila ditelusuri secara spesifik pada suku-suku yang lebih kecil. Di Flores misalnya, ada paling tidak delapan sub-suku bangsa dengan logat-logat bahasa yang berbeda-beda. Sub-sub suku bangsa itu adalah orang Manggarai, orang Riung, orang Ngada, orang Nagekeo, orang Ende, orang Lio, orang Sikka, dan orang Larantuka. Ende merupakan sebuah kabupaten yang tepat berada di tengah Pulau Flores yang dijuluki Kaum Portugis dengan sebutan “Nusa Bunga”, dan membelah pulau menjadi dua bagian. Dengan posisi strategis ini menjadikan Kabupaten Ende sebagai pintu masuk perdangangan baik menuju kearah barat maupun timur Pulau Flores. Ada tiga etnis besar yang menjadi penduduk asli Kabupaten Ende, yakni etnis Ende (untuk masyarakat yang bermukim di pesisir selatan Kabupaten Ende), etnis Nga’o dan etnis Lio (untuk masyarakat yang bermukim di pesisir utara Kabupaten Ende). Keanekaragaman dapat menunjukan betapa kayanya kebudayaan yang ada di negara Indonesia. Bernaung di bawah semboyan: Bhineka Tunggal Ika, setiap kebudayaan telah mendapat tempat dan pengakuan yang layak, meskipun tak dapat disangkal bahwa peperangan atau pun pertentangan atas nama suku masih mewarnai bumi Indonesia ini. Setelah menyimak persoalan mengenai pluralitas suku dan kebudayaannya, kini penulis mau menelusur lebih jauh sebuah suku di wilayah Desa Tendarea yang merupakan bagian dari etnis Nga'o, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende. Yang ingin ditelusuri disini bukan aksentuasi atau dialek bahasanya tetapi lebih kepada upaya panggilan terhadap salah satu ritus yang masih dihidupi dan dirawat dalam masyarakat adat desa Tendarea yakni upacara Woku Nopo Api yang dibuat dalam pengusiran hama yang merusak tanaman, pengusiran hama ini dibuat agar masyarakat boleh menikmati hasil panen yang berguna bagi kesehatan dan kesejateraan masyarakat desa Tendarea.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Uncontrolled Keywords: Nilai Sosial, Ritus, Woku, Nopo, Api
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
H Social Sciences > HM Sociology
Divisions: Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat
Depositing User: S.Fil Stefanus Bhaa Bhongu
Date Deposited: 20 Sep 2022 08:10
Last Modified: 20 Sep 2022 08:10
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/9137

Actions (login required)

View Item View Item