USFAL, Efrem (2018) Peranan Keluarga Kristiani Bagi Pendidikan Moral Seksual Remaja. Diploma thesis, Universitas Katolik Widya Mandira.
Text
ABSTRAK.pdf Download (387kB) |
|
Text
BAB I.pdf Download (295kB) |
|
Text
BAB II.pdf Download (337kB) |
|
Text
BAB III.pdf Download (592kB) |
|
Text
BAB IV.pdf Download (485kB) |
|
Text
BAB V.pdf Download (480kB) |
Abstract
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, karena pada masa ini remaja sedang mengalami perkembangan fisik maupun psikis yang sangat pesat, di mana secara fisik remaja telah menyamai orang dewasa, tetapi secara psikologis mereka belum matang. Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi, karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Pertanyaan siapakah saya sebenarnya? kemanakah saya akan pergi? Akan menjadi apakah saya pada masa yang akan datang? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini menjadi sangat relevan pada masa remaja. Karena itu salah satu tugas penting yang harus dihadapi oleh remaja adalah mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut guna menemukan identitas diri yang otonom. Pada akhir masa remaja, segala norma dan nilai yang sebelumnya merupakan sesuatu yang datang dari luar dirinya dan harus dipatuhi agar tidak mendapat hukuman, berubah menjadi suatu bagian dari dirinya dan merupakan pegangan atau falsafah hidup yang menjadi pengendali bagi dirinya. Untuk mendapatkan nilai dan norma tersebut, orangtua memegang peranan penting dalam proses ini. Orangtua membantu remaja dengan memberikan pendidikan fisik, pendidikan sosial, pendidikan moral, pendidikan kultural, pendidikan seksual dan pendidikan agama. Dengan demikian remaja memiliki pegangan yang kuat dalam usaha menggapai identitas diri yang otonom. Masa remaja merupakan sebuah fase yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang manusia. Dalam masa ini, seringkali ada ketidakseimbangan antara perkembangan fisik dan perkembangan emosi seseorang. Secara fisik, seorang remaja sudah viii menyamai orang dewasa, namun secara psikis remaja belum mampu menjadi dewasa. Masaremaja adalah masa transisi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Masa penuh gejolak dan ketidakpastian. Masa yang rentan terhadap pengaruh buruk. Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri. Dalam proses tersebut remaja belajar tentang banyak hal yang belum dipahaminya. Jika ia memperoleh pengetahuan yang baik dan benar, maka remaja akan menjadi pribadi yang baik, namun jika ia memperoleh pengetahuan yang buruk, remaja berpotensi menjadi pribadi yang buruk. Oleh karena itu remaja perlu dibimbing dengan baik dan benar oleh orangtua, guru, masyarakat dan Gereja. Jika dibandingkan dengan fase perkembangan lainnya, masa remaja adalah masa yang unik. Dengan rentang waktu yang sangat singkat, terjadi banyak perubahan, baik fisik, emosional, kemampuan dan keterampilan, pola hubungan sosial dan penemuan identitas diri. Pada masa ini, remaja menghadapi saat-saat kritis untuk mengenali diri yang sesungguhnya. Masa krisis ini menentukan bagaimana dia menghadapi kehidupan selanjutnya yang merupakan awal kedewasaan. Pada masa ini, remaja sangat mudah terpengaruh oleh hal baru,baik yang positif maupun yang negatif, sebab ia belum memiliki pegangan hidup yang kuat. Jika sejak awal remaja dibimbing di lingkungan positif yang mendukungnya, dia akan tumbuh dan memiliki pegangan hidup yang baik untuk kehidupannya kelak. Sebaliknya jika remaja terlibat dalam pergaulan yang salah, maka dapat dipastikan dia akan terpengaruh oleh pergaulan itu. Pada masa remaja juga, minat anak terhadap seks mulai meningkat oleh karena perubahan fisik dan psikis yang mereka alami. Remaja mulai bertanya mengapa ia mengalami hal-hal seperti menstruasi, mimpi basah dan pertanyaan lainnya, serta remaja juga mulai tertarik pada lawan jenis. Muncul kekaguman terhadap lawan jenis, lalu keinginan untuk dekat dengan mereka, bahkan tak jarang banyak remaja yang berkhayal tentang keintiman dengan lawan jenis. Maka pendidikan moral seksual bagi remaja sangat urgen dibutuhkan pada masa ini. Remaja perlu mendapat informasi yang benar, tepat, faktual dan komprehensif tentang seksualitas manusia beserta makna terdalam dari seksualitas itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan remaja tentang berbagai perubahan di dalam dirinya perlu dijawab dengan baik dan benar, sebab jika mereka memperoleh informasi yang salah tentang semuanya itu, akan memungkinkan mereka untuk salah memaknai dan memanfaatkannya. Keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama yang dikenal oleh remaja memiliki peran yang sangat menentukan dalam membentuk moralitas remaja. Dalam keluarga, remaja dapat belajar memenuhi kebutuhan pribadinya, menjalin relasi yang baik dengan orang lain, mampu mengembangkan diri secara matang, serta dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Semua ini akan terealisasi sempurna jika keluarga sungguh-sungguh memberikan perhatian bagi perkembangan remaja menuju kedewasaan. Memang harus diakui, menjadi orangtua bukanlah hal yang mudah. Menjadi orangtua adalah tugas yang berat. Namun karena lingkungan pertama yang dikenal remaja adalah keluarga maka mau tidak mau orangtua harus memberi perhatian ekstra bagi remaja serta serius dalam membimbing dan mendidiknya. Orangtua sebagai pribadi yang pertama dikenal dan yang paling dekat dengan remaja baik secara fisik dan emosional, mengemban tugas penting tersebut. Dengan melahirkan seorang anak, dengan sendirinya mereka diserahi tugas dan tanggungjawab untuk mendidik anak tersebut menjadi pribadi yang mandiri dan otonom. Walaupun merupakan tugas yang berat, namun tugas itu tak dapat digantikan (kecuali dibantu) oleh pihak manapun. Hak dan kewajiban orangtua untuk mendidik anak bersifat hakiki, karena keistimewaan hubungan cinta antara orangtua dan anak. Dalam konteks pendidikan moral seksual bagi remaja, orangtua juga memegang tugas yang pertama dan utama. Orangtua harus memberikan informasi yang benar dan faktual kepada remaja tentang seksualitas manusia beserta makna dan nilainya. Bahkan pendidikan seksualitas itu, perlu diberikan sejak dini, sebelum anak menginjak masa remaja, tentu saja informasi yang diberikan disesuaikan dengan umur dan perkembangan anak. Sejak kanakkanak, anak perlu tahu tentang seksnya, sebagai laki-laki atau perempuan, juga pengetahuan tentang lawan jenisnya dan bagaimana cara menghargai dan menjaganya dengan baik. Ketika menginjak masa remaja, tidak cukup bila mereka hanya mengetahui nama jenis kelaminnya dan lawan jenisnya. Orangtua harus memberikan informasi seksualitas yang lebih dari itu. Orangtua harus mampu menjelaskan kepada remaja tentang perubahan dalam diri mereka, baik secara fisik maupun psikis. Tentang bulu-bulu halus yang tumbuh, menstruasi dan mimpi basah, tentang ketertarikan pada lawan jenis, tentang gairah seksual yang tiba-tiba muncul ketika mereka melihat bagian tubuh tertentu atau terlalu dekat dengan lawan jenis. Orang juga perlu memberitahu mereka bahwa mereka juga sudah mampu untuk menghasilkan keturunan. Maka lebih dari itu, orangtua perlu mengajarkan kepada remaja tentang makna dan nilai seksualitas tersebut. Orangtua Kristiani harus mengajarkan kepada anak remajanya mengenai seksualitas dalam pandangan Kristen. Mereka harus mengajarkan tentang pemahaman mengenai seksualitas sebagai karunia Allah dan tentang makna prokreatif serta kekayaan bahasa cinta, informasi tentang fakta-fakta biologis terutama menyangkut perbedaan seksual dan kesamaan pribadi laki-laki dan perempuan, hubungan seksual, kehamilan dan juga kelahiran. Remaja juga perlu tahu tentang bahaya melakukan hubungan seks pranikah, pelacuran, perzinahan, hidup bersama tanpa menikah, inses, dan juga mengenai perilaku seksual yang menyimpang, seperti homoseksualitas, pedofilia, bestianisme, sadisme, masokhisme, dan lain sebagainya. Remaja harus mempunyai pemahaman bahwa seksualitas itu sesuatu yang suci, sakral, dan media yang tepat untuk mewujudkannya hanya dalam sebuah ikatan perkawinan yang sakramental. Di dalam perkawinan, pria dan wanita yang sudah berjanji untuk setia seumur hidup, menyatu dalam saling penyerahan diri yang utuh dan penuh cinta. Dalam mengemban tugas mendidik tersebut, orangtua perlu mencari informasi dan belajar tentang seksualitas. Orangtua juga tidak bekerja sendirian. Perlu ada dukungan dari guru, masyarakat dan Gereja agar dapat membentuk seorang remaja menjadi pribadi yang otonom, mandiri, bertanggungjawab dan matang secara seksual.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > BF Psychology B Philosophy. Psychology. Religion > BJ Ethics B Philosophy. Psychology. Religion > BR Christianity |
Divisions: | Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat |
Depositing User: | Tefa Frisca Yolanda |
Date Deposited: | 13 Mar 2020 00:18 |
Last Modified: | 13 Mar 2020 00:18 |
URI: | http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/2153 |
Actions (login required)
View Item |