HALEK, Yulius (2018) Nilai Sakralitas We Lulik Dalam Ritus Halo Lia Di Kampung Haliren Desa Lakan Mau-Kabupaten Belu. Diploma thesis, Unika Widya Mandira.
Text
ABSTRAK.pdf Download (412kB) |
|
Text
BAB I.pdf Download (366kB) |
|
Text
BAB II.pdf Download (697kB) |
|
Text
BAB III.pdf Download (560kB) |
|
Text
BAB IV.pdf Download (528kB) |
|
Text
BAB V.pdf Download (359kB) |
Abstract
Eksistensi manusia di dunia ini ditandai dengan upaya tiada henti-hentinya untuk menjadi manusia. Upaya tersebut berlangsung dalam dunia ciptaanNya sendiri, yang berbeda dengan dunia alamiah, yakni dunia kebudayaan. Kebudayaan menempati posisi sentral dalam seluruh tatanan hidup manusia. Tak ada manusia yang hidup di luar ruang lingkup kebudayaan, kebudayaanlah yang memberi nilai dan makna bagi hidup manusia. Manusia mengekspresikan diri di dalam dan melalui budaya, dengan segala nilai yang melingkupinya. Budaya itu merupakan konsep dinamis, di dalamnya ada proses transfer dan pewarisan nilai. Kebudayaan merupakan suatu fenomena universal. Setiap masyarakat di dunia ini memiliki kebudayaan, meskipun bentuknya berbeda-beda antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Manusia sebagai cultural being “makhluk budaya” merupakan suatu fakta historis yang tak terbantahkan. Sebagai cultural being manusia merupakan pencipta kebudayaan. Dalam dan melalui kebudayaan, eksistensi manusia di dunia di ekspresikan. Melalui kebudayan, manusia menampakkan eksistensinya di dalam panggung sejarah kehidupan. Manusia juga senantiasa memiliki kesadaran tentang Yang Ilahi atau Yang Sakral karena dari kodratNya, manusia adalah homo religiosus “manusia religius”. 1 Maka manusia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai religius atau nilai-nilai sakralitas, terutama dalam praktik dan prilaku yang berhubungan dengan Yang Sakral atau Yang Ilahi. 1 Dr. Herman Punda Panda, Pr., Agama-Agama Dan Dialog Antar Agama-Agama Dalam Pandangan Kristen, (Maumere: Ledalero, 2013), hlm. 96 viii Keberadaan budaya adalah fakta, yang merupakan kejadian atau kenyataan historis yang terjadi di masa silam atau apa yang sesungguhnya terjadi dalam rentetan peristiwa sejarah. Fakta merupakan bagian integral dari sejarah.2 Fakta kehadiran manusia dalam dunia ini dapat dibuktikan kebenarannya. Seiring dengan perkembangan zaman (dewasa ini) pergolakan sikap manusia, baik kaum muda maupun orang tua kadang kurang menghargai nilai religius yang terkandung dalam budaya atau dalam tatanan sosial, baik dalam sikap maupun dalam tutur kata bahkan dalam lingkungan di mana ia berada, tak bisa dielakkan `mempengaruhi eksistensinya sebagai makhluk yang religius. Oleh karena itu setiap masyarakat memiliki seperangkat nilainilai, baik nilai religius, sosial maupun budaya sebagai dasar pijak dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai tersebut dijunjung tinggi serta diakui sebagai perbendaharaan budaya dalam kehidupan masyarakat yang beradab dan bermoral. Masyarakat Haliren percaya bahwa Allah Yang Ilahi adalah satu. Dialah yang memanifestasikan dirinya dalam pribadi-pribadi tertentu. Bila dilihat secara mendalam, di sini terdapat dualisme kepercayaan dalam masyarakat Haliren, di mana terdapat dua pribadi yakni Nai Maromak dan Nain Tuan. Tetapi dalam ritus Halo Lia ini, terungkap bahwa masyarakat Haliren menyakini bahwa Allah (Nai Maromak) itu satu pribadi. Pribadipribadi yang lain itu merupakan menifestasi Tuhan yang imanen. Dan keyakinan seperti itu dinyatakan oleh masyarakat Haliren dalam kurban hewan, di mana darah hewan kurban direcikkan di atas altar batu (foho) dan tanah sebagai bentuk penghormatan atau penyembahan kepada Nain Tuan sebagai perantara dan penjaga alam ciptaan, sedangkan ungkapan syukur senantiasa ditujukan kepada Yang Ilahi sebagai pemilik segala sesuatu. 2 Mgr.Dr. Dominikus Saku Pr., Filsafat Sejarah (Modul), (Kupang: Fakultas Filsafat Agama, 2012) , hlm. 73 ix Dialah yang menciptakan segala sesuatu, dan memberikannya kepada manusia untuk dilestarikan dan dinikmati demi keberlangsungan hidupnya. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi ini. Tak ada satu pun makhluk di muka bumi ini yang mampu bertahan hidup tanpa adanya air. Setiap makhluk hidup membutuhkan air, sekalipun dalam jumlah yang sedikit. Maka seringkali ada ungkapan bahwa air adalah sumber kehidupan. Walaupun ungkapan itu berlebihan karena sumber kehidupan satu-satunya di dunia ini adalah Allah (Nai Maromak). Namun ungkapan itu mau menunjukkan betapa air memiliki peran yang sangat vital bagi kehidupan makhluk hidup di muka bumi ini. Dalam tradisi Gereja Katolik, air juga dipandang sebagai material yang cukup penting yang mempunyai banyak makna terutama dalam Sakramen Baptis. Misalnya dalam Kitab Kejadian dikatakan bahwa “pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi, Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudra raya, dan roh Allah melayang-layang di atas permukaan air ( Kej 1:1). Dalam Kitab 2 Raja-Raja, dikisahkan bagaimana melalui nabi Elia, Allah menyembuhkan Naaman, seorang panglima raja Aram, setelah ia membenamkan diri sebanyak tujuh kali di sungai Yordan. Dalam perjanjian baru, Yohanes Pembabtis, membaptis orang banyak menggunakan Air, ( Luk 3:1-20; Yoh 33:22-24). Yesus sendiri juga dibaptis dengan air sungai Yordan (Luk 3:21-22; Mat 3:13-17; Mrk 1:9-11; Yoh 1:32-34). Filipus membaptis membaptis sida-sida dari Ethiopia dengan air ( Kis 8:38). Yesus juga pernah berkata kepada Nikodemus, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seseorang tidak dilahirkan dari air dan roh, ia tidak dapat masuk ke dalam kerajaan Allah” (Yoh 3:5), yang dimaksud ialah kelahiran baru berkat pembaptisan dengan air dan Roh Kudus. Dalam Yohanes 4: 5-26, dalam x percakapan-Nya dengan perempuan Samaria, Yesus menyatakan diri-Nya sebagai air hidup (lih. ay 10). Air memang melambangkan Roh Kudus yang menghidupkan (Yoh 7:39). Selain itu air juga melambangkan penyucian dan pembaruan oleh Roh Kudus (Tit 3:5). Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa penggunaan air dalam sakramen baptis sudah disiapkan sejak Perjanjian Lama. Air yang dinaungi Roh Allah pada awal penciptaan Dunia; air bah pada waktu Nuh diselamatkan Allah; air Laut Merah pada waktu bangsa Israel diselamatkan dari orang Mesir; air sungai Yordan pada waktu penyeberngan bangsa Israel untuk masuk ke tanah terjanji.3 Ritus Halo Lia bagi masyarakat Haliren merupakan hal yang sangat penting, dan ritus ini selalu dipelihara dan dilaksanakan setiap tahun. Ritus ini juga menjadi suatu cara untuk membina keakraban dan kesatuan di antara anggota Suku dan tentunya dapat melahirkan kebahagiaan, kegembiraan, kesejahteraan dan kedamaian diantara mereka. Hal-hal inilah yang membuat masyarakat Haliren terus memelihara dan melestarikan serta mewariskannya dari generasi ke generasi hingga kini.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General) G Geography. Anthropology. Recreation > GN Anthropology |
Divisions: | Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat |
Depositing User: | Osa Yumida |
Date Deposited: | 10 Mar 2020 01:18 |
Last Modified: | 10 Mar 2020 01:18 |
URI: | http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/2090 |
Actions (login required)
View Item |