Mistisisme Islam Dan Kristen: Implikasi Perjumpaan Mistik IBN Al-Arabi Dan Yohanes Dari Salib Bagi Dialog Antar Agama

JUNEDIN, Hesikius (2018) Mistisisme Islam Dan Kristen: Implikasi Perjumpaan Mistik IBN Al-Arabi Dan Yohanes Dari Salib Bagi Dialog Antar Agama. Diploma thesis, Unika Widya Mandira.

[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (512kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (36kB)
[img] Text
BAB II.pdf

Download (151kB)
[img] Text
BAB III.pdf

Download (150kB)
[img] Text
BAB IV.pdf

Download (212kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (232kB)
[img] Text
BAB VI.pdf

Download (229kB)

Abstract

Baik Islam maupun Kristen, di samping Yahudi sebagai agama kenabian, sepakat bahwa agama dan hal mistik adalah hal yang tidak terpisahkan. Keduanya, tidak mungkin mengaku bersih dari hal yang berbau mistis. Perkembangan mistisisme kedua aliran kepercayaan terbesar ini, dalam perjalanan sejarahnya yang khas, telah melahirkan Sufi atau Mistikus besar dengan sumbangan pemikirannya. Meskipun demikian, pengalaman mistik tidaklah elitis, sebab, orang beriman biasa juga mempunyai pengalaman perjumpaan dengan Misteri secara langsung, yang tidak diwakili oleh orang lain. Dalam kajian ini, wacana tentang pengalaman mistik dalam tradisi MuslimKristiani terfokus pada pemikiran utama dua tokoh mistik besar beda generasi, yang satu dari Abad Pertengahan, sementara yang kedua dari abad ke-16; yang satu Muslim dan yang lainnya Katolik. Adapun yang Muslim adalah guru Sufi yang selama berabad-abad dikenal dengan sebutan “al-Shaykh al-Akbar” atau “Mahaguru” – Muhyi al-Din Ibn alArabi (1165-1240), sedangkan yang Katolik adalah Mistikus besar, biarawan Ordo Karmel Tak Berkasut (OCD) yang oleh Gereja digelari, “Doctor of The Church”, “Pujangga Gereja” karena ajaran dan pengalaman mistiknya yang mendalam – Santo Yohanes dari Salib (1542-1591). Sebagian asumsi bagi penentuan kedua tokoh, Ibn al-Arabi dan St. Yohanes dari Salib didasarkan pada kenyataan bahwa sekalipun kebesaran mereka benar-benar diakui, dalam periode tertentu justru dilupakan oleh yang berada di luar aliran-aliran mistik pada tradisi mereka, dan dalam beberapa hal dituduh jatuh dalam panteisme. Namun, secara keseluruhan keduanya kuat berakar pada pemikiran dan ajaran arus utama (mainstream) masing-masing tradisi, juga berakar amat kuat pada Kitab Suci dan tradisinya, sehingga keduanya seakan kembali mengomentari atau menafsirkan al-Quran maupun Alkitab. Ibn al-Arabi diakui sebagai Sufi-filosof paling besar dalam peradaban Islam. Kemasyurannya terjadi secara paradoksal. Di satu sisi ia dicap bid’ah, heresi dan nonortodoksi. Ia sering disalahartikan dengan mengafirkannya terutama oleh mereka yang berada di luar jalur tradisi mistiknya. Bagi cendekiawan yang mempelajarinya, ia seringkali membingungkan karena term-term teknisnya yang sulit dipahami. Di lain pihak, oleh yang berada dalam jalur pemikiran dan tradisi mistiknya, otoritas dan kewibawaan Ibn al-Arabi amat kuat. Ia dikenal luas terutama dalam bidang tasawuf atau sufismefilsafat. Dalam bidang tersebutlah dia tenggelam dalam dunia batin dan petualangan spiritual yang kemudian mengantarnya sebagai Syaikh al-Akbar - Mahaguru para Sufi. Penulis mengklasifikasi empat ajaran utama Ibn al-Arabi demi memahami secara komprehensif ajarannya tentang Sufisme, juga menemukan celah - yang kendatipun sempit - bagi kemungkinan dialog sebagai implikasinya. Di antaranya: “Manifestasi Diri Tuhan (Tajjali ilâhí)”, “Imajinasi Kreatif (Khayal al-mutlaq)”, “Manusia Sempurna (Insan al-kamil)”, dan “Kesatuan Wujud (Wahdat al-Wujud)”. St. Yohanes dari Salib utamanya adalah pujangga; dan tema yang ia garap adalah cinta. Malam Gelap-nya menjadi ucapan bibir orang; tetapi mereka yang mengenal dia menyebutnya sebagai doktor atau pujangga cinta Ilahi. Di samping menjadi pujangga, St. Yohanes juga teolog. Ia mendefinisikan teologi mistik adalah Teologi Cinta, sebagai kebijaksanaan rahasia yang asalnya adalah cinta. Pokok yang dipilih antara lain: Ketersembunyian Allah; Malam Gelap; Pernikahan Rohani; Persatuan dengan Allah. Melalui pembacaan atas Ibn al-Arabi dan Yohanes dari Salib, kita dapat dihantar pada ranah refleksi mistis-filosofis sebagai bagian kehidupan yang dapat dipahami dan dijalani dalam kehidupan. Keduanya memperlihatkan aspek imanensi dan transendensi manusia. Sebagai puncak pemetaan pemikiran kedua tokoh: Ibn al-Arabi dan Yohanes dari Salib akan diuraikan kesimpulan yang disintesis dari uraian-uraian terdahulu yang disertai pertimbangan kritis dan relevansinya dalam beberapa aspek berikut: Pertama, studi tentang mistik, teologi dan spiritual. Karya Ibn al-Arabi dan Yohanes dari Salib berisikan ajaran yang dapat dipakai untuk membimbing kaum beriman dalam kehidupan spiritualnya secara khusus bagi mereka yang hendak mengusahakan perkembangan dan pertumbuhan dalam persatuan dengan Allah. Kedua, praktek dan gerakan mistik, kontemplasi dan spiritualitas masih relevan untuk dihidupi dalam dunia masa kini. Ini bukti nyata akan kekayaan Roh dan rahmat Allah yang berkarya dalam diri kaum beriman. Dalam konteks Kristiani, kehidupan mistik tidaklah eksklusif dimiliki kaum religius, apalagi religius kontemplatif semata. Yohanes dari Salib mengundang kita untuk memahami bahwa kehidupan mistik adalah bagian esensial dalam kehidupan umat beriman Kristiani. Pengalaman mistik tidaklah elitis, melainkan pengalaman personal yang bisa dialami oleh setiap kaum beriman. Ketiga, dalam mistisismenya, Yohanes dari Salib sebagaimana halnya Ibn al-Arabi hadir sebagai pelopor yang membuka horizon baru dan menjadikan mistik sebagai jembatan dalam berinteraksi dengan agama dan budaya lain. Mistisisme mereka bertemakan disiplin-disiplin ilmu yang mencerahkan dan memurnikan kehidupan manusia. Kesejajaran yang ditemukan di antara ajaran Ibn al-Arabi dengan pandangan mistik Yohanes dari Salib adalah tentang persatuan dengan Allah (Unio Mystica) yang absolut. Sebuah persatuan yang lahir dari kesunyian, kehampaan dan kekosongan diri, keheningan interior dan eksterior. Alasan ini membuka ruang bagi terjalinnya satu dialog interreligius. Sebab, dari partikularitas pandangan mereka terdapat universalisme nilai yang diakui oleh masing-masing tradisi. Atas dasar inilah dialog kehidupan yang jauh dari ekses saling curiga; yang lebih hidup dan dialogal dapat sungguh-sungguh terjadi dan dihayati.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
B Philosophy. Psychology. Religion > BP Islam. Bahaism. Theosophy, etc
B Philosophy. Psychology. Religion > BR Christianity
Divisions: Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat
Depositing User: Osa Yumida
Date Deposited: 11 Mar 2020 00:29
Last Modified: 11 Mar 2020 00:29
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/2129

Actions (login required)

View Item View Item