Hak Kaum Beriman Kristiani Atas Pendidikan Menurut Kanon 217 Kitab Hukum Kanonik 1983

BEOANG, Yohanes Evodius Noku (2018) Hak Kaum Beriman Kristiani Atas Pendidikan Menurut Kanon 217 Kitab Hukum Kanonik 1983. Diploma thesis, Unika Widya Mandira.

[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (358kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (236kB)
[img] Text
BAB II.pdf

Download (398kB)
[img] Text
BAB III.pdf

Download (331kB)
[img] Text
BAB IV.pdf

Download (350kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (298kB)

Abstract

Pendidikan Kristiani merupakan hal yang urgen dan sebagai fundamen dalam membangun mental dan karakteristik kaum beriman Kristiani di tengah maraknya kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), dan juga sebagai dasar pengetahuan dan pembelaan iman mereka agar menjadi kuat dan teguh dalam kepercayaan mereka akan Yesus Kristus. Pendidikan Kristiani mau menyadarkan kepada kita anggota Gereja bahwa Gereja sedang ada dalam kemerosotan atau mengalami suatu penurunan dalam nilai-nilai religius yang sudah diwariskan oleh para leluhur kita dari abad ke abad. Pendidikan Kristiani jika disematkan sebagai dasar pembangunan kepribadian anak dalam keluarga dan Gereja, maka dengan sendirinya membantu pertumbuhan anak-anak yang berpotensi tinggi dalam berkarakter dan berintelektual demi memajukan perkembangan Gereja.(tujuannya: kedewasaan pribadin dan mengenal serta menghayati misteri keselamatan), peran Gereja dan keluarga A. Hak Hak adalah sesuatu yang dapat seseorang laksanakan, gunakan, bagikan, berikan, klaim, tuntut, dan desak. Ada tiga sifat hak,1 yaitu: pertama, hak tidak dapat dirusakkan. Kekerasan tidak merusak suatu hak. Kedua, hak terbatas. 1)Hak seseorang dibatasi oleh hak yang sama dari orang lain. 2)Hak dibatasi oleh tuntutan kesejahteraan umum. 3)Hak dibatasi oleh hukum yang menetapkan batas-batas hak yang diberikan dan diakui demi kepentingan umum. Ketiga, hak 1 Frans Ceunfin, SVD, Lic. Phil., Etika, (Maumere: Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, 2005), hal. 97-98 memaksa. Hak dapat dituntut dengan kekerasan. Orang yang memiliki hak (subjektif) dapat menggunakan kekerasan fisik untuk membela atau memperoleh apa saja yang menjadi haknya, yaitu untuk menjamin kembali tatanan yang adil. B. Kaum Beriman Kristiani Menjadi seorang Kristen berarti menjadi milik orang lain; seorang “beriman yang menjadi milik dirinya sendiri” merupakan istilah tanpa makna.2 Kaum beriman Kristiani ialah mereka yang karena melalui baptis diinkorporasi pada Kristus, dibentuk menjadi Umat Allah dan karena itu dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas imam, kenabian, dan rajawi Kristus, dan sesuai dengan kedudukan masing-masing dipanggil untuk menjalankan perutusan yang dipercayakan Allah kepada Gereja untuk dilaksanakan di dunia.3 C. Pendidikan Kristiani Pendidikan adalah usaha menarik sesuatu di dalam manusia sebagai upaya memberikan pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, nonformal dan informal di sekolah, dan luar sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi kemampuan-kemampuan individu agar di kemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.4 Mendidik berarti memberikan, menanamkan, menumbuhkan nilai-nilai kepada kaum beriman. Kata ini memberikan dan menanamkan nilai lebih, menempatkan kaum beriman dalam posisi yang positif, menerima dan mendapatkan suatu nilai. Sedangkan kata menumbuhkan nilai memberikan peranan yang lebih aktif kepada kaum beriman, karena mereka dapat mengembangkan nilai-nilai kepada dirinya sendiri.5 2 Estela Padilla dan Anselm Prior, Membangkitkan kesadaran, (Maumere: Lembaga Pembentukan Berlanjut Arnold Janssen, 2000), hal. 73 Paus Yohanes Paulus II (Promulgator) Codex Iuris Canonici. M.DCCCC. LXXXIII (Vaticana: Libreria Editrica Vaticana, M. Dcccc LXIII) dalam R. D. Rubiyatmoko, (editr). Kitab Hukum Kanonik 1983. (Bogor: Grafika Mardi Yuana, 2006), Kan. 204 § 1. Selanjutnya akan disingkat KHK 1983, Kan. dan diikuti nomor Kanonnya. 4 Teguh Triwiyanto, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), hal. 23-24 5 Dr. H. M. Djumransyiah M. Ed, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Malang: Bayumedia, 2004), hal. 22 Pendidikan Kristiani adalah suatu pendidikan yang bertujuan membantu umat beriman Kristiani untuk mencapai kebijaksanaan hidup, supaya mereka yang telah dibaptis langkah demi langkah makin mendalami misteri keselamatan, dan dari hari ke hari makin menyadari karunia iman yang telah mereka terima; supaya mereka belajar bersujud kepada Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran (lih. Yoh. 4:23), terutama dalam perayaan Liturgi; supaya mereka dibina untuk menghayati hidup mereka sebagai manusia baru dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati (Ef. 4:22-24); supaya dengan demikian mereka mencapai kedewasaan penuh serta tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (Ef. 4:13), dan ikut serta mengusahakan pertumbuhan Tubuh Mistik.6 Tujuan pendidikan Kristiani menurut kanon 217 Kitab Hukum Kanonik 1983 adalah kedewasaan pribadi, mengenal serta menghayati sakramen keselamatan. Gordon W. Allport (1937) memberikan definisi tentang kepribadian sebagai berikut. Kepribadian adalah suatu organisasi dinamis, mengalami perkembangan dalam diri setiap individu, yang berkaitan dengan sistem psikofisik yang menentukan penyesuaian yang unik dengan lingkungannya.” 7 Dari definisi di atas mengenai kepribadian diperoleh pengertian sebagai berikut. Pertama, bahwa kepribadian adalah organisasi yang dinamis artinya suatu organisasi yang terdiri dari sejumlah aspek/unsur yang terus tumbuh dan berkembang sepanjang hidup manusia; kedua, Aspek-aspek tersebut adalah mengenai psiko-fisik (rohani dan jasmani) antara lain sifat-sifat, kebiasaan, sikap, tingkah laku, bentuk-bentuk tubuh, ukuran, warna kulit, dan sebagainya. Semuanya tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi yang dimiliki seseorang; ketiga, Semua aspek kepribadian baik sifat maupun kebiasaan, sikap, tingkah laku, bentuk tubuh, dan sebagainya, merupakan suatu sistem (totalitas) dalam menentukan cara yang khas dalam 6 Konsili Vatikan II, Pernyataan Tentang Pendidikan Kristen, “Gravissimum Educationis”, dalam R. Hardawiryana, SJ (pener.), (Jakarta: Obor, 1993), Art. 2. Selanjutnya hanya ditulis dengan singkatan GE. Art. dan diikuti nomor artikelnya. 7 Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs. Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hal. 156 mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Dari uraian tentang pengertian kepribadian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kepribadian, yaitu keseluruhan pola (bentuk) tingkah laku, sifat-sifat, kebiasaan, kecakapan bentuk tubuh serta unsur-unsur psiko-fisik lainnya yang selalu menampakkan diri dalam kehidupan seseorang. Untuk memahami secara mendetail apa itu kedewasaan pribadi maka kita harus mamahami apa itu kedewasaan psikologis. Kedewasaan psikologis mengandung berbagai faktor. Masing-masing faktor memiliki bentuk dan tuntutan khusus bagi kedewasaan. Untuk menjadi dewasa, kita perlu menempuh perjalanan hidup. Perjalanan ini terdiri dari tiga tahap yakni: departure, struggle, dan return. Demikianlah David Richo dalam bukunya How To Be An Adult. Departure artinya berangkat, meninggalkan rasa aman yang menghambat perkembangan. Struggle berarti berjuang menghadapi tantangan dan kesulitan hidup. Return artinya kembali ke rumah dalam keadaan baru, diubah menjadi lebih kuat, kaya dan makin dewasa.8 D. Peran Gereja Dan Keluarga (Pendidikan Kristiani) Suatu persekutuan atau lembaga didirikan dengan fungsi Kristus yang tiada lain ialah menyelamatkan dunia (Vide Kristologi). Menurut ungkapan Kitab Suci Kristus adalah Juru Selamat. Gereja adalah suatu persekutuan orang Kristen, yang melanjutkan karya penyelamatan Kristus di dunia ini. Tugas Gereja ini sering diringkas dengan kata-kata pendek: pertama, pewartaan sabda (kerygma) atau mengajar; kedua, memberikan rahmat (penebusan), perayaan sakramen-sakramen (liturgy); ketiga, menggembalakan atau membimbing umat manusia (pastoral). Kanon 794 - § 1 menegaskan bahwa “secara khusus tugas dan hak mendidik itu mengena pada Gereja yang diserahi perutusan Ilahi untuk menolong orang-orang agar dapat mencapai kepenuhan hidup kristiani”.9 Dalam menunaikan tugasnya di bidang pendidikan, hal utama yang diperhatikan Gereja ialah pendidikan kateketis, yang menyinari dan meneguhkan 8 Albertus Herwanta, Mutiara Kehidupan, (Malang: DIOMA, 2001), hal. 159 9 KHK. 1983, Kan. 794 - § 1 iman, menyediakan santapan bagi hidup menurut semangat Kristus, mengantar kepada partisipasi yang sadar dan aktif dalam misteri liturgi, dan menggairahkan kegiatan merasul.10 Kehadiran Gereja di dunia persekolahan secara khas tampak melalui sekolah Katolik. Sekolah Katolik memang harus memperhatikan dua kutub: di satu pihak menghargai kebebasan hati nurani dan agama, tetapi di lain pihak juga berwajib mewartakan kabar gembira. Demikianlah sekolah Katolik, sementara sebagaimana harusnya membuka diri bagi kemajuan dunia modern, mendidik para siswanya untuk dengan tepat guna mengembangkan kesejahteraan masyarakat di dunia, serta menyiapkan mereka untuk pengabdian demi meluasnya kerajaan Allah sehingga dengan memberikan teladan hidup merasul mereka menjadi bagaikan ragi keselamatan bagi masyarakat luas. Gereja menegaskan bahwa keluarga adalah sekolah iman dan nilai-nilai kemanusiaan yang pertama dan utama bagi anak.11 Orang tua adalah pendidik utama dan pertama dari anakanak. Untuk menjalankan tugas ini, orang tua tidak dapat digantikan oleh orang lain. Hukum Gereja secara tegas merumuskan tentang kewajiban orang tua akan pendidikan anak. Kitab Hukum Kanonik 1983, merumuskannya demikian : Orang tua mempunyai kewajiban sangat berat dan hak primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial dan kultural maupun moral dan religius.12 Orang tua memikul tanggungjawab yang berat untuk pendidikan anak, bahkan harus dengan sekuat tenaga. Keluarga adalah sekolah cinta yang pertama dan utama agar memiliki hati yang mencintai dan tangan untuk melayani.13 Tugas utama keluarga adalah membangun kesatuan 10 GE. Art. 4 11 Agung H. Hartono, MSF, Dkk, Membangun Keluarga Sejahtera dan Bertanggungjawab Menurut Agama Katolik, (Jakarta: Direktorat Advokasi dan KIE BKKBN, 2014), hal. 29 12 KHK. 1983, Kan. 1136 13 Krispurwana Cahyadi, Teresa dari Kalkuta, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hal. 109 kasih, dalam ikatan damai dan sukacita.14 Mendidik di rumah lebih berarti: memberi petunjuk yang sederhana, mendorong dengan meyakinkan, melarang dengan hati-hati dan masuk akal (bukan dari dunia dongeng, fantasi dan ‘tipuan halus’), mengajak dan memberi contoh. Jadi, Gereja dan keluarga merupakan lembaga yang mempunyai andil yang besar dalam proses pendidikan Kristiani. Dunia menjadi baik, Gereja menjadi baik, lingkungan menjadi baik, keluarga menjadi baik, dan semuanya menjadi baik jikalau mentalitas, sikap dan karakter anak dibentuk dan dibina sejak kecil dalam keluarga. Peran keluarga terkhususnya ayah dan ibu menjadi kekuatan utama. Anak dibina menurut tata cara dan kepercayaan Kristiani, sehingga nilai-nilai religius dan semangat keberimanan Kristiani tertanam kuat dalam pikiran dan hatinya. E. Kesimpulan Mengenal serta menghayati misteri keselamatan, membuat manusia sadar bahwa kehidupannya di dunia ini dibatasi oleh Allah. Allah mendekati manusia dalam rahmat-Nya (dalam diri Yesus) dan menjadikan dirinya baru sehingga manusia dapat berbalik dan memihak Allah dalam statusnya sebagai anak. Bila Allah datang mendekati, merangkul, mencari dan mengangkat manusia, maka manusia menjadi nyata dalam martabat dan nilainya yang tak terhingga. Kalau manusia menyadari dirinya lagi sebagai anak Allah maka ia bisa dimerdekakan oleh kebenaran itu dan bisa memperoleh keutuhan hidup yang ia butuhkan.15 Setiap orang mempunyai hak atas pendidikan karena martabat manusiawinya. Kaum beriman Kristiani jika terlibat aktif dalam pendidikan Kristiani, maka dari padanya mereka memperoleh kedewasaan pribadi dan mengenal serta menghayati misteri keselamatan, dan dengan demikian mereka menjadi panutan dalam keseharian hidup mereka di tengah masyarakat dan juga mereka diarahkan kepada suatu pemahaman akan kehidupan yang kekal, terutama 14 Ibid., hal. 117 15 Georg Kirchberger, Allah, Pengalaman Dan Refleksi Dalam Tradisi Kristen, (Maumere: Ledalero, 1999), hal. 84 mereka menyadari bahwa Allah-lah yang telah menyelamatkan mereka, yang telah menyata atau hadir secara total dalam diri Yesus Kristus melalui peristiwa Paskah (sengsara, wafat, dan kebangkitan).

Item Type: Thesis (Diploma)
Uncontrolled Keywords: Hak, kaum beriman Kristiani, pendidikan Kristiani
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
B Philosophy. Psychology. Religion > BR Christianity
B Philosophy. Psychology. Religion > BT Doctrinal Theology
Divisions: Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat
Depositing User: Tefa Frisca Yolanda
Date Deposited: 11 Mar 2020 01:28
Last Modified: 11 Mar 2020 01:28
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/2137

Actions (login required)

View Item View Item