Menyimak Makna Penderitaan Berdasarkan Konsep Filsafat Kehendak Arthur Schopenhauer

LABA, Hermanus Wadu (2020) Menyimak Makna Penderitaan Berdasarkan Konsep Filsafat Kehendak Arthur Schopenhauer. Diploma thesis, Unika Widya Mandira.

[img] Text
ABSTRAKSI.pdf

Download (162kB)
[img] Text
Bab I.pdf

Download (170kB)
[img] Text
Bab II.pdf

Download (234kB)
[img] Text
Bab III.pdf

Download (269kB)
[img] Text
Bab IV.pdf

Download (162kB)
[img] Text
Bab V.pdf

Download (241kB)

Abstract

Manusia adalah makhluk pencinta dan pencari akan makna hidupnya. Dalam pencarian manusia mengarahkan seluruh eksistensi dirinya untuk mencapai makna hidup yang dapat menghidupkan dirinya dalam keberadaannya sebagai “ada” di dunia. Manusia terus digerakkan oleh keingingan dan kehendaknya untuk menghendaki apa yang ia inginkan yaitu makna hidup. Makna hidup yang ingin dicapai oleh manusia adalah hidup yang bahagia. Namun hidup bahagia itu tidak sepenuhnya dicapai oleh manusia karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki ini. Tetapi manusia tidak berhenti dari pencarian akan kepenuhan makna hidupnya, dengan segala upaya manusia terus berusaha untuk mewujudkan kehendaknya untuk hidup dan bahagia. Dalam pencarian akan makna hidup yakni untuk menemukan kebahagiaan, manusia tidak terlepas dari penderitaan. Penderitaan ini mengakibatkan manusia tak mampu mencapai kebahagiaan. Sebab penderitaan merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri. Penderitaan selalu ada dalam kehidupan manusia setiap harinya. Terdapat dua bentuk penderitaan yang dialami oleh manusia yaitu eksternal dan internal. Secara eksternal, penderitaan itu hadir diakibatkan oleh alam, seperti: tanah longsor, gempa, bumi, banjir dan lain sebagainya. Sedangkan, secara internal, penderitaan yang diakibatkan oleh manusia itu sendiri. Artinya, bahwa orang menderita karena perbuatannya atau sebagai akibat tindakannya yang mengecewakan dirinya. Berkaitan dengan penderitaan internal, hal itu terealisasi dalam bentuk psikis dan mental. Misalnya, seorang yang berada di bawah tekanan, tidak terpenuhinya cita-cita kehidupan, atau yang dianggap sebagai hak dan kewajiban, kegagalan dalam mencapai tujuan, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan orang-orang yang dikasihi, bangkrut dalam usaha. Jika peristiwa ini tidak disikapi dengan bijaksana maka dapat menyebabkan stress, kecewa, trauma, cemas, marah, dan bahkan berujung pada kematian. Arthur Schopenhauer mengatakan bahwa: Hidup adalah penderitaan, dan makhluk yang paling menderita adalah manusia. Manusia menderita karena pertama-tama ia mau hidup. Manusia ketika menyatakan siap untuk terus menjalani hidupnya, itu berarti ia siap untuk menderita pula. Manusia bertumbuh dan berkembang, dan semua proses kehidupan itu tanpa manusia sadari berasal dari satu hal yang tunggal yakni kehendaknya sendiri. Kehendak manusialah yang mendorong dia untuk hidup dan mengalami penderitaan. Dengan ini semakin jelas bahwa sumber penderitaan manusia adalah kehendak manusia itu sendiri. Kehendak sifatnya tak terbatas, kehendak itu bergerak secara bebas, akan tetapi pemenuhan akan kehendak itu terbatas adanya. Manusia akan mengalami kebosanan, jika sampai pada apa yang dikehendaki. Jika manusia tidak sampai, maka manusia akan mengalami kekecewaan. Di sini dapat dilihat bahwa sebenarnya manusia hidup di antara ketidak pastian, ketidak tersampaian, dan ketidak puasan hidup. Manusia merasa hidup di awang-awang, di mana manusia tidak sampai menyentuh langit dan menginjak tanah. Kehidupan seperti inilah yang banyak menjadi pilihan manusia zaman modern ini. Di mana manusia berlomba-lomba untuk menjawabi kebutuhan kehendak dan mengesampingkan kebutuhan inteleknya. Bagi Schopenhauer kehendak adalah essensi manusia. Akan tetapi ia tidak menyangkal bahwa kadang-kadang kehendak dikendalikan oleh intelek. Kehendak dan intelek adalah dua substansi yang berbeda, namun ada hubungannya. Intelek lebih dipandang sebagai pembantu dari kehendak. Intelek bisa letih, kehendak selalu terjaga. Intelek perlu tidur, kehendak bekerja dalam tidur. Di sini berarti kehendak itu selalu ada dan sifatnya tanpa pamrih. Dengan sifat kehendak seperti ini semakin memperjelas bahwa seluruh hidup manusia adalah menderita. Penderitaan hidup manusia diakibatkan akan keinginan yang melampaihi kemampuan manusia, badan merasa lelah, jiwa merasa lelah dan akal budi merasa lelah namun kehendak manusia takkan perna lelah, kehendak terus mendorong manusia untuk mencari dan mendapatkan demi memenuhi keinginan yang takterpuaskan itu. Schopenhauer melihat hidup sebagai penderitaan karena merupkan rangkaian kehendak yang tidak pernah berhenti terpuaskan. Kebahagian kemudian dipahaminya sebagai ketiadaan sementaran penderitaan atau dengan kata lain moment penantian penderitan yang lain.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
B Philosophy. Psychology. Religion > BD Speculative Philosophy
B Philosophy. Psychology. Religion > BL Religion
B Philosophy. Psychology. Religion > BR Christianity
Divisions: Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat
Depositing User: S.Kom Sela Mikado
Date Deposited: 25 Nov 2020 03:50
Last Modified: 25 Nov 2020 03:50
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/3733

Actions (login required)

View Item View Item