LELAN, Florentino Teixeira Mesquita (2020) Tanggapan Gereja Atas Etika Individualis Menurut Gaudium Et Spes Artikel 30 dan Relevansinya Dalam Kehidupan Saat Ini. Diploma thesis, Unika Widya Mandira.
Text
ABSTRAK.pdf Download (514kB) |
|
Text
Bab I.pdf Download (467kB) |
|
Text
Bab II.pdf Download (430kB) |
|
Text
Bab III.pdf Download (398kB) |
|
Text
Bab IV.pdf Download (442kB) |
|
Text
Bab V.pdf Download (339kB) |
Abstract
Gereja adalah tanda persekutuan yang mempersatukan manusia dengan Allah maupun dengan sesama. Gereja tidak pernah berada atau berdiri sendiri. Gereja dipanggil menjadi communio sebagai model, contoh, sakramen, agar semua manusia dan bangsa memperoleh communio dan communicatio satu sama lain. Dengan hadirnya Gereja, manusia yang terpecah-pecah dipersatukan, diperteguhkan dan dipereratkan kembali. Gereja yakin, manusia adalah makhluk bermartabat, seperti terbukti dalam diri Kristus, Sang manusia sejati. Dalam kisah penciptaan dapat ditemukan manusia sebagai gambaran komunal: “tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja”, (bdk. Kej 2: 18). Karena itu, sejak awal penciptaan, manusia sudah diciptakan sebagai makhluk komunal. Maka eksistensi pribadi tidak pernah dapat menjadi ‘AKU’ terisolasi, tetapi ‘Aku-Engkau’ dalam relasi. Konsili Vatikan II menganggap cukup penting untuk berbicara tentang kecenderungan individualisme dalam etika dan berusaha mengambil jarak dari pandangan itu. Konsili menghimbau umat beriman untuk tidak mengikuti etika yang individualis semata-mata. Alasannya adalah bahwa orang menganggap sepele kebutuhan-kebutuhan sosial, yang seharusnya merupakan tugas utama zaman sekarang ini. Etika individualis adalah suatu perilaku manusia yang bertingkah individualisme dalam ber-etika. Perilaku manusia yang mementingkan diri, di sini diartikan sebagai orang yang tetap mempertahankan kepribadian dan kebebasan diri dalam bertindak. Orang hanya bertindak sesuai dengan kemauannya sendiri tanpa melibatkan orang lain. Karena itu etika yang individualis perlu diatasi karena Gereja memandang ini sebagai satu masalah yang mengganggu relasi sosial. Gereja melihat bahwa persoalan etika yang individualis sangat membuat manusia tertutup dan terkungkung dalam diri bahkan sulit membuka diri kepada orang lain sekaligus tidak menanggapi kebutuhan-kebutuhan orang lain. Dengan demikian Gereja menawarkan beberapa solusi yaitu: peduli kebutuhan orang lain, taat kepada aturan sosial dan hukum dan tidak menganggap sepele kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan bersama supaya dapat mengurangi tendensi etika individualis dalam dunia dewasa ini. Di dalam dunia dewasa ini, kehidupan manusia semakin berkembang. Manusia hidup dan berkembang karena mengikuti globalisasi dan modernisasi. Perkembangan zaman itu terkandung nilai positif dan negatif. Nilai positifnya sangat memudahkan manusia dalam xii membangun relasi, komunikasi, solidaritas dan kerjasama dengan orang lain sedangkan negatifnya membuat manusia hanya hidup dalam dirinya dan masa bodoh dengan kepentingan orang lain. Akan tetapi perlu disadari di sini bahwa perkembangan zaman khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi itu pada dasarnya adalah baik. Yang menjadi tidak baik, apabila digunakan tidak sesuai dengan esensi dari teknologi itu. Demikian juga manusia yang hidup dalam perkembangan zaman ini. Ada begitu banyak manusia yang peduli terhadap kebutuhan orang lain, taat kepada aturan sosial dan hukum dan juga rasa untuk membangun solidaritas dengan semua orang. Namun di tengahtengah perkembangan itu ada pula manusia yang menganggap sepele kebutuhan-kebutuhan orang lain, seperti tidak mau membangun relasi, menganggap sepele aturan sosial dan hukum, tidak peduli akan kepentingan orang bahkan masa bodoh dan bertingkah acuh-tak acuh terhadap semua pedoman yang sebenarnya sangat bermanfaat dan bernilai. Manusia yang hidup semacam itu adalah manusia yang hidup hanya mengikuti ego dan sifat individualisnya. Sifat individualis ini yang membuat manusia hanya hidup tertutup dan terisolasi dalam dirinya dan masa bodoh terhadap semua hal yang berhubungan dengan kepentingan bersama. Berhadapan dengan kenyataan ini, Gereja tidak hanya bersikap dingin, melainkan turut berjuang dengan caranya untuk mengatasi etika yang individualis. Dalam hal ini Gereja sadar akan tugas yang diembannya, yakni membawa tanda cinta kasih ke tengah-tengah dunia. Gereja selalu bergerak untuk melihat persoalan-persoalan yang terjadi dalam dunia dewasa ini. Dengan melihat persoalan-persoalan yang terjadi, Gereja merasa terdorong untuk keluar mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Oleh karena itu Gereja menghadirkan Konsili Vatikan II yang tak pernah berhenti berbicara mengenai kepentingan manusia untuk membangun persaudaraan, terutama di dalam Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, terlebihi khusus artikel 30 yang berbicara secara khusus tentang “etika individualis harus diatasi”. Gaudium et Spes artikel 30 ini juga mengajarkan bahwa peduli terhadap sesama merupakan tanda cinta kasih, penghormatan terhadap peraturan hidup sosial merupakan jaminan hidup, dan solidaritas adalah jalan menuju kesejahteraan umum. Hal ini adalah tugas utama manusia yang merupakan kewajiban suci, agar persoalan individualisme dalam etika dapat teratasi dengan baik sehingga setiap manusia dapat mencapai bonum commune atau kebaikan bersama.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > BD Speculative Philosophy B Philosophy. Psychology. Religion > BL Religion B Philosophy. Psychology. Religion > BR Christianity B Philosophy. Psychology. Religion > BS The Bible |
Divisions: | Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat |
Depositing User: | S.Kom Sela Mikado |
Date Deposited: | 25 Nov 2020 04:16 |
Last Modified: | 25 Nov 2020 04:16 |
URI: | http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/3734 |
Actions (login required)
View Item |