WENGER, Agustinus Rechtsanyo (2021) Urgensi Pembacaan Kitab Suci Oleh Umat Beriman Dalam Terang Dei Verbum Artikel 25 Dan Surat Apostolik Aperuit Illis. Undergraduate thesis, Unika Widya Mandira.
Text
ABSTRAK.pdf Download (552kB) |
|
Text
BAB I.pdf Download (477kB) |
|
Text
BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (476kB) |
|
Text
BAB III.pdf Restricted to Repository staff only Download (477kB) |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Repository staff only Download (477kB) |
|
Text
BAB V.pdf Download (476kB) |
Abstract
Kitab Suci adalah firman Tuhan. Melalui Kitab Suci, Allah berkomunikasi dengan manusia. Oleh karena itu, isi dari Kitab Suci sendiri memiliki perbedaan yang hakiki dari buku pada umumnya .karena isi Kitab Suci bersifat ilahi. Secara umum setiap pembaca wajib membaca dan memahami buku yang dibacanya sesuai dengan maksud dari sang penulis buku tersebut. Demikian juga dengan Kitab Suci, sebagai umat beriman yang membaca Kitab Suci, wajib menghormati Tuhan sebagai sang penulis Kitab Suci dengan membaca dan memahaminya bukan menurut kehendak sendiri, melainkan menurut kehendak Tuhan. Janganlah pembaca Kitab Suci sekali-kali mengabaikan atau bahkan memandang rendah isi Kitab Suci karena di dalamnya memuat Sabda Allah sendiri. Konsili Vatikan II yang terjadi pada tahun 1062-1965 adalah sebuah langkah maju yang dibuat oleh Gereja yang sangat luar biasa. Dalam semangat aggiornamento (meng-hari-inikan) Gereja membuat suatu pembaharuan yang mengejutkan dibawa pencetusnya Paus Yohanes XXIII. Konsili Vatikan memberikan kesan baru bagi Gereja yang lebih bersifat universal. Dengan adanya konsili suci ini terjadi beberapa pembaharuan di beberapa bidang yang sungguhsungguh di luar dugaan banyak hal baru yang muncul, salah satu di antaranya yaitu Konstitusi Dogmatis Tentang Wahyu Ilahi (Dei Verbum). Dalam kontitusi Dogmatis Dei Verbum terlihat jelas bahwa ajaran Gereja lebih bersifat pastoral, supaya dengan demikian semakin banyak orang beriman bisa menggali kekayaan rohani yang terdapat dalam Kitab suci. Namun jika melihat realita saat ini meski konsili suci ini sudah berdiri kurang lebih 55 tahun, Kitab Suci masih menjadi sesuatu yang asing bagi sebagian besar umat beriman Kristiani. Kitab Suci masih dipandang sebagai sebuah benda tua yang hanya dimiliki oleh segelintir orang yang mendapat kesempatan khusus untuk belajar tentang Kitab Suci. Hal ini justru menjadi keprihatinan Gereja masa kini, karena Kitab Suci merupakan buku iman yang harus dimiliki oleh setiap umat beriman. Paus Fransiskus dalam Surat Apostoliknya dalam bentuk moto proprio, Apperuit Illis juga menekankan hal yang sama bahwa: “Kitab suci tidak boleh hanya menjadi warisan dari beberapa orang dan lebih-lebih bukan suatu koleksi kitab-kitab bagi sedikit orang istimewa. Kitab suci terutama adalah milik umat yang berkumpul untuk mendengarkannya dan mengenal dirinya di dalam kata-kata.” Pernyataan ini bertolak dari realita umat beriman dewasa ini yang memiliki pemahaman yang keliru dan kurang memadai mengenai Kitab Suci. Sering kali muncul pernyataan dari umat beriman bahwa “biar kami hanya mendengarkan dan melaksanakannya saja tidak perlu membacanya, toh kami tidak belajar tentang itu”. Pernyataan ini merujuk pada pandangan umat beriman bahwa yang memiliki wewenang untuk membaca dan mewartakan Sabda Allah hanyalah kaum rohaniwan (Hierarki) dan juga kaum religius (biarawan-biarawati). Pandangan ini merupakan sebuah kekeliruan, karena umat beriman dewasa ini juga dituntut untuk mengambil bagian dalam tugas pewartaan bukan hanya hierarki atau kaum religius, namun Setiap umat beriman memiliki kewajiban dan tanggungjawab untuk mewartakan Sabda Allah. Dalam Dokumen Dei Verbum Artikel 25 ditulis secara jelas di sana bahwa bukan hanya Hierarki atau kaum religius yang memiliki tanggung jawab dalam mewartakan Sabda Allah namun, konsili mendesak agar hendaknya semua orang beriman juga turut mengambil bagian dalam pewartaan tersebut dengan cara membaca Kitab Suci. Dengan membaca Kitab Suci setiap umat beriman Kristiani lebih mengenal Kristus secara lebih mendalam, seperti kata Rasul Yakobus, “tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus.” Dei Verbum Artikel 25 juga menekankan peran para kaum Hierarki untuk mengambil bagian dalam pembacaan Kitab Suci ini. Para Hierarki yang di dalamnya para Uskup, para Imam, dan para Diakon memiliki peranan penting dalam tugas pembacaan Kitab Suci ini. Mereka dituntut untuk membaca Kitab Suci dan mempelajarinya secara seksama agar mereka tidak menjadi pewarta lahiriah dan hampa Sabda Allah (bdk. DV Art. 25). Karena mereka sendiri memiliki tugas khusus untuk mewartakan kekayaan Sabda Allah kepada umat beriman. Dei Verbum Artikel 25 juga menekankan tugas para uskup secara lebih spesifik agar membimbing umat beriman yang telah dipercayakan kepada mereka dalam hal menggunakan Kitab-Kitab Ilahi secara tepat khususnya Perjanjian Baru. Dengan cara menyediakan terjemahan-terjemahan Kitab Suci yang memiliki keteranganketerangan agar dapat digunakan dengan aman oleh umat beriman dengan semangatnya (bdk. DV Art. 25). Hal yang sama juga ditekankan Paus Fransiskus dalam Surat Apostoliknya, Aperuit Illis bahwa setiap umat beriman memiliki tanggung jawab dalam membaca Kitab Suci. Kitab Suci bukan hanya milik segelintir orang saja atau orang-orang istimewa, namun Kitab Suci adalah Kitab umat yang berkumpul untuk mendengarkan dan mengenal-Nya di dalam kata-kata. sekali lagi ditegaskan bahwa: “Alkitab adalah miliki umat Tuhan yang dalam mendengarkannya, bergerak dari ketercerai-beraian dan perpecahan menuju kesatuan dengannya. Sabda Allah menyatukan umat beriman dan menjadikannya satu bangsa.” Dari kutipan di atas, secara sangat jelas ditegaskan bahwa umat beriman memiliki tanggung jawab terhadap Kitab Suci. Karena Kitab Suci juga merupakan sumber dari iman umat Kristiani maka, hendaknya setiap umat beriman membacanya sebagai bagian dari pendalaman iman akan Yesus Kristus karena di dalam Kitab Suci lebih khususnya Perjanjian Baru memuat didalamnya segala sesuatu tentang Yesus Kristus, mulai dari kelahiran sampai pada kebangkitanNya yang menjadi sumber dan puncak iman umat Kristiani. Kebenaran yang diungkapkan dalam Kitab Suci, menjadi dasar untuk bagaimana boleh membantu umat beriman dalam setiap tindakan yang dilakukan apakah benar ataukah sebaliknya menyimpang dari apa yang diajarkan ‘Sang Guru’ dalam Kitab Suci. Dalam membaca Kitab Suci perlu juga sebuah metode yang menjadi sarana untuk membantu umat beriman dalam memahami Kitab Suci secara lebih relevan dengan situasi hidupnya saat ini. Metode yang sering digunakan dalam pembacaan Kitab Suci ialah Lectio Divina. Dalam Surat Apostolik Aperuit Illis Paus Fransiskus juga menekankan agar setiap pastor paroki berusaha memberikan pemahaman tentang pentingnya Kitab Suci dalam kehidupan umat beriman melalui metode ini (bdk. AI Art. 5) di mana dalam metode ini setiap umat beriman diarahkan agar melihat bagaimana pesan yang terkandung dalam Kitab Suci dapat menuntun hidup seseorang menuju kebenaran akan Tuhan. Dengan demikian, semua umat beriman boleh menyadari bahwa Kitab Suci adalah Sabda Allah yang hidup. Maksudnya adalah, Sabda Allah tetap relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi pelita dalam kehidupan seluruh umat beriman.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General) B Philosophy. Psychology. Religion > BR Christianity B Philosophy. Psychology. Religion > BS The Bible B Philosophy. Psychology. Religion > BT Doctrinal Theology |
Divisions: | Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat |
Depositing User: | S.Kom Sela Mikado |
Date Deposited: | 27 Jun 2022 02:03 |
Last Modified: | 27 Jun 2022 02:03 |
URI: | http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/5766 |
Actions (login required)
View Item |