Perbandingan Konsep Monogami Antara Hukum Perkawinan Gereja Katolik Menurut Kanon 1056 Dan Hukum Perkawinan Adat Suku Butero Di Wilayah Paroki Santa Maria Fatima Nurobo

KIIK, Febronius (2022) Perbandingan Konsep Monogami Antara Hukum Perkawinan Gereja Katolik Menurut Kanon 1056 Dan Hukum Perkawinan Adat Suku Butero Di Wilayah Paroki Santa Maria Fatima Nurobo. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (876kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (590kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (461kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (739kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (577kB)
[img] Text
BAB V.pdf

Download (703kB)

Abstract

Perkawinan monogami merupakan gagasan yang penting dalam kekristenan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Hampir di setiap elemen masyarakat dari berbagai agama dan kebudayaan, memahami perkawinan monogami sebagai persekutuan dua pribadi, seorang pria dan wanita, dan melalui berbagai rentetan proses, keduanya bersatu, mengikat janji dihadapan otoritas yang berwenang untuk setia selamanya. Bagi Gereja Katolik, perkawinan monogami adalah perkawinan yang terjadi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Sifat monogami perkawinan Katolik dihayati secara mutlak karena perkawinan tersebut merupakan sakramen yakni tanda dan sarana yang menyelamatkan dan menyatukan, yang mana persatuan antara keduanya terlaksana berkat penyelanggaraan Ilahi. Selain itu, monogami perkawinan Katolik dihayati secara mendalam karena memiliki berbagai makna, antara lain memanifestasikan relasi Kristus dan Gereja-Nya yang satu dan tak-terpisahkan, juga berarti sarana yang menghadirkan Allah yang menuntun dan menyertai, memelihara dan memupuk cinta satu sama lain dalam ikatan suci perkawinan yang tak terbatalkan dan terpisahkan. Sedangkan dalam perkawinan adat khususnya di dalam adat butero, perkawinan monogami dihayati dan dimaknai lewat kalimat: “kawen lahos nuan tau faru mak tuan ti’an sosa foun. Hola ti’an, ne em na’in rua tur babaluk to’o mate”. Artinya bahwa perkawinan bukan seperti pakaian yang bilamana kusut dan tua maka dibuang dan membeli yang baru. Apabila telah kawin maka kedua pasangan harus hidup bersama sampai mati. Namun sifat monogami dari perkawinan adat Butero tidak mutlak karena ada alasan yang dapat melunturkan sifat hakiki dari perkawinan, misalnya dalam perkawinan, kedua pasangan tidak dikarunia anak maka laki-laki dapat melakukan poligami (dalam perkawinan adat Butero tidak mengenal poliandri) karena dalam perkawinan adat Butero tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan guna melanjutkan marga berbeda dengan tujuan perkawinan Katolik yang lebih mengutamakan kesejahteraan suami-isteri. Jadi, monogami dari perkawinan Katolik itu bersifat mutlak dan monogami dari perkawinan adat Butero tidak bersifat mutlak karena ada alasan yang dapat melunturkan sifat monogami dari perkawinan seperti yang telah dipaparkan di atas.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Uncontrolled Keywords: Monogami, Perkawinan Adat, Perkawinan Gereja Katolik, Suku Butero.
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
B Philosophy. Psychology. Religion > BL Religion
B Philosophy. Psychology. Religion > BR Christianity
B Philosophy. Psychology. Religion > BT Doctrinal Theology
Divisions: Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat
Depositing User: S.Fil Febronius Kiik
Date Deposited: 11 Jul 2022 01:47
Last Modified: 11 Jul 2022 01:47
URI: http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/7093

Actions (login required)

View Item View Item