GABUN, Lorensius (2022) Interkoneksi Pengetahuan Dengan Kekuasaan Menurut Michel Foucault. Undergraduate thesis, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.
Text
ABSTRAK.pdf Download (594kB) |
|
Text
BAB 1.pdf Download (512kB) |
|
Text
BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (579kB) |
|
Text
BAB III.pdf Restricted to Repository staff only Download (576kB) |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Repository staff only Download (530kB) |
|
Text
BAB V.pdf Download (789kB) |
Abstract
Kekuasaan itu mempesona. Orang rela menderita demi kekuasaan. Demikian pula Michel Foucault rela menekuni kertas-kertas tua arsip tentang orang gila,seksualitas penjara, terlibat dalam berbagai gerakan bukan demi berkuasa, melainkan untuk memahami kekuasaan. Cara Foucault dalam memahami kekuasaan sangat orisinal. Orisinalitas ini terlihat dalam karya-karya, Salah satu karyanya adalah buku Surveiler et Punir. Pada bagian akhir buku tersebut ia mengatakan “kekuasaan yang menormalisir” tidak hanya dijalankan didalam penjara, tetapi juga beroperasi melalui mekanisme-mekanisme sosial yang dibangun untuk menjamin kesehatan, pengetahuan dan kesejahteraan. Pengetahuan dan kekuasaan bagi Foucault mempunyai hubungan timbal-balik. Penyelenggaraan kekuasaan terus menerus akan menciptakan entitas pengetahuan. Sebaliknya, penyelenggaraan pengetahuan akan menimbulkan efek kekuasaan. Menurut Foucault kekuasaan tidak dimiliki dan dipraktekkan dalam suatu ruang lingkup di mana ada banyak posisi yang secara strategis berkaitan antara satu dengan yang lain. Foucault meneliti kekuasaan lebih pada individu, subjek dalam lingkup yang paling kecil. Karena kekuasaan menyebar tanpa bisa dilokalisasi dan meresap ke dalam seluruh jalinan perhubungan sosial. Kekuasaan beroperasi dan bukan dimiliki oleh oknum siapa pun dalam relasi-relasi pengetahuan, ilmu, lembaga-lembaga. Lagipula sifatnya bukan represif, melainkan menormalisasikan susunan-susunan masyarakat Kekuasaan tersebut beroperasi secara tak sadar dalam jaringan kesadaran masyarakat. Karena kekuasaan tidak datang dari luar tapi menentukan susunan, aturan-aturan, hubungan-hubungan itu dari dalam. Kekuasaan selalu teraktualisasi lewat pengetahuan, dan pengetahuan selalu punya efek kuasa. Penyelenggaraan pengetahuan menurut Foucault selau memproduksi pengetahuan sebagai basis kekuasaan. Hampir tidak mungkin kekuasaan tidak ditopang dengan suatu ekonomi wacana kebenaran. Pengetahuan tidak merupakan pengungkapan samar-samar dari relasi kuasa, namun pengetahuan berada dalam relasi-relasi kuasa itu sendiri. Kuasa memprodusir pengetahuan dan bukan saja karena pengetahuan berguna bagi kuasa. Tidak ada pengetahuan tanpa kuasa dan sebaliknya tidak ada kuasa tanpa pengetahuan. Konsep Foucault ini membawa konsekuensi, untuk mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai produksi pengetahuan yang melandasi kekuasaan. Karena setiap kekuasaan disusun, dimapankan, dan diwujudkan lewat pengetahuan tertentu. Menarik bahwa anlisis interkoneksi kekuasaan dengan pengetahuan Foucault diperoleh dari pengggalian terhadap fenomena historis mikrostruktur yaitu, melalui penelitian tentang fenomena kegilaan yang menjadi lahan subur bagi berkembangnya bidang-bidang keilmuan seperti psikiatri, psikologi, kedokteran, sosiologi, kriminologi bahkan teologi. Bagi Foucault kehendak untuk mengetahui menjadi proses dominasi terhadap objek-objek dan terhadap manusia. Pengetahuan adalah cara bagaimana kekuasaan memaksakan diri kepada subjek tanpa memberi kesan bahwa ia datang dari subjek tertentu. Karena kriteria keilmiahan seakan-akan mandiri terhadap subjek. Padahal klaim ini sebenarnya merupakan salah satu bagian dari strategi kekuasaan. Foucault mendefinisikan strategi kekuasaan sebagai melekat pada kehendak untuk mengetahui. Pengetahuan bukan muncul begitu saja akan tetapi diproduksi oleh zamannya masing-masing. Foucault mencoba mendefinisikan kembali kekuasaan dengan menunjukkan ciri-cirinya: kekuasaan tidak dapat dilokalisir, merupakan tatanan disiplin dan dihubungkan dengan jaringan, memberi struktur kegiatan-kegiatan, tidak represif tetapi produktif, serta melekat pada kehendak untuk mengetahui. Mengenai validitas pengetahuan sebagai ilmu, Foucault dengan tegas menolak epistemologi modern yang telah menghasilkan berbagai pandangan tentang kebenaran. Menurutnya, kebenaran itu adalah produksi dari relasi dominasi yang inheren dalam pluralitas relasi kekuasaan. The important thing here, I believe, is that truth isn't outside power, or lacking in power. Kebenaran adalah produk kekuasaan. Setiap masyarakat memiliki rezim kebenaranya sendiri, memiliki semacam politik kebenarannya masing-masing. Pengetahuan apapun bentuknya, tidak pernah melampaui rezim kebenaran dan kekuasaanya sendiri. Setiap pengetahuan pasti terbentuk dan terikat dalam kondisi-kondisi historis yang konkrit, dalam kesementaraan dan tidak pernah mentransformasikan diri menjadi kebenaran-kebenaran obyektif dan universal. Pandangan tentang relasi kekuasaan dan pengetahuan yang tidak berpusat, tidak mendominasi dan menyebar inilah yang menjadi alasan bagi Foucault untuk menolak asumsi rasio-kritis universal, yang menjadi spirit pencerahan modernisme. Menurut Foucault, dunia postmodernisme adalah sebuah dunia tanpa titik batas (heterotopia), tidak adanya titik pusat yang mengontrol segala sesuatu. Singkatnya, tidak ada lagi standar umum yang dapat dipakai untuk mengukur, menilai atau mengevaluasi konsep-konsep dan gaya hidup tertentu.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Interkoneksi, Kekuasaan, Pengetahuan, Michel Foucault |
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General) |
Divisions: | Fakultas Filsafat > Program Studi Ilmu Filsafat |
Depositing User: | S.Fil Lorensius Gabun |
Date Deposited: | 20 Jul 2022 05:32 |
Last Modified: | 20 Jul 2022 05:32 |
URI: | http://repository.unwira.ac.id/id/eprint/7325 |
Actions (login required)
View Item |